TEMPO.CO, Jakarta - KPU DKI Jakarta berharap asas praduga tak bersalah dikedepankan terhadap 10 anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang didakwa menghilangkan suara pada Pileg 2019. Dugaan penghilangan suara itu terjadi di Kecamatan Koja dan Cilincing.
"Kami tidak terlalu banyak tahu saat di lapangan. Tapi nanti bisa dilihat di persidangan," kata Nurdin saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis malam, 18 Juli 2019.
Laporan dugaan adanya kecurangan berupa penghilangan suara itu dilaporkan oleh Caleg DPRD DKI Nomor Urut 1 dari Partai Demokrat H. Sulkarnain dan Caleg DPRD DKI No Urut 5 Partai Gerindra M. Iqbal Maulana. Sebanyak 10 anggota PPK dari Kecamatan Koja dan Cilincing didakwa bersalah.
Ia berharap para anggota PPK telah melakukan prosedur yang benar dalam menggelar rekapitulasi suara berjenjang tersebut. "Nanti tinggal hakim yang memutuskan seadil mungkin," ujarnya.
Ia menjelaskan sejumlah kesalahan pada Pemilu kemarin memang berpotensi terjadi. Kesalahan tersebut berpotensi menimbulkan perbedaan hasil suara. Namun, penyelenggara menyediakan mekanisme perbaikan di setiap tingkatan jika ditemukan adanya kesalahan.
Kesalahan tersebut misalnya, kata dia, ada anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di TPS yang salah dalam memasukan data di C1 Plano. Kesalahan itu bisa diperbaiki saat melakukan proses hitung di tingkat kecamatan. Data perbaikan nantinya akan masukan di formulir DAA1 tingkat kecamatan.
"Akurasi Plano lebih akurat. Kalau Plano kacau dilakukan hitung ulang," ujarnya. "Perbaikan masih bisa dilakukan secara berjenjang hingga tingkat provinsi. Intinya kalau ada kesalahan akan diperbaiki satu tingkat di atasnya."
Ia menjelaskan perbaikan data rekapitulasi pemilu harus melalui pleno dan disaksikan oleh saksi partai dan pengawas di lapangan. Jika ada perbaikan hasilnya juga ditulis di formulir DA2 untuk tingkat kecamatan, DB2 tingkat kota/kabupaten dan DC2 provinsi, sebagai formulir catatan atas keberatan terhadap nilai sebelumnya.
Menurut dia, penyelenggara tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan hasil perbaikan tersebut kepada seluruh saksi. Sebab, pada setiap tingkatan proses hitung sudah ada saksi yang menyaksikan perbaikan data tersebut. "Ini yang sering menjadi masalah."
Kata Nurdin, data yang telah diperbaiki dan disaksikan langsung oleh saksi partai dan pengawas secara berjenjang, tidak diberi tahu oleh lain yang berada di bawanya. Jadi, kata dia, data C1 saksi yang belum diperbaiki bisa berbeda dengan C1 Plano yang telah diperbaiki di tingkat kecamatan.
"Selama ada koordinasi antara saksi di setiap tingkatan tidak akan terjadi kesalahan. Banyak kasus kan kurang koordinasi," ujarnya.
Dalam persidangan, Jaksa Doni Boy Panjaitan menilai PPK yang mempunyai tugas untuk merekap suara di tingkat kecamatan tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Hal ini terlihat dari adanya selisih jumlah suara dari formulir C1 dengan DAA1. "Bahkan, perubahan suara itu cenderung menggelembungkan suara salah satu caleg."
Selain itu, PPK juga tidak membuat catatan khusus terkait adanya perbaikan dan adanya perselisihan suara dalam proses rekapitulasi berjenjang tersebut. "Jadi PPK tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Seharusnya mereka membuat catatan khusus di formulir DA2."
Doni menuturkan sejauh ini salinan C1 yang dipegang pelapor sama dengan salinan C1 yang dipegang pengawas secara berjenjang dari tingkat TPS, Kecamatan hingga Bawaslu di tingkat provinsi. Menurut dia, permintaan PPK untuk membuka C1 Plano pada sidang hari ini pun mengada-ada. "Kenapa C1 Plano tidak dibuka saat disidik oleh Gakkumdu. Kenapa baru mau sekarang saat sidang yang waktunya sempit," ujarnya.