Farida menuturkan bahwa praktik pemisahan parkir keliru jika menggunakan doktrin perlindungan bagi perempuan. "Tidak bisa disamakan dengan ladies parking di pusat perbelanjaan atau pemisahan gerbong di KRL," ujar Sahat di Kantornya, Jumat, 19 Juli 2019.
Sebanyak 15 perwakilan warga mendatangi Kantor DPRD Kota Depok. Mereka menyerahkan surat terbuka yang diteken 102 orang berisi penolakan pemisahan kendaraan pria dan wanita yang dicanangkan oleh Dinas Perhubungan Kota Depok.
Menurut Sahat, Dinas Perhubungan tidak mempunyai protipe atau model parkiran yang harus dibangun di Kota Depok. Wakil Ketua Komisi D ini pun berpendapat seharusnya pemerintah daerah fokus mencari konsep parkir yang berbasis tarif dan retribusi untuk meningkatan pendapatan kota dan kenyamanan masyarakat.
Sahat mencontohkan, Depok tidak memiliki standar tarif yang sama di seluruh lokasi parkir. "Apakah parkir belum lima menit masih bisa gratis atau sudah kena Rp 3 ribu sampai 5 ribu?"
Wanita tersebut mengungkapkan sebaiknya Dinas Perhubungan memikirkan peningkatan pendapatan dari sektor perparkiran karena memang jadi potensi sumber keuangan. Di sisi lain, kebijakan pemisahan parkir bakal menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat Depok.
Mengenai menjaga keamanan pengguna lokasi parkir, dia berpendapat, Dinas Perhubungan Kota Depok masih kekurangan kamera perekam atau CCTV di titik-titik rawan kejahatan.