TEMPO.CO, Jakarta - Pelebaran trotoar atau dikenal revitalisasi trotoar yang dilakukan DKI di Jalan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, dinilai langkah tepat untuk memberikan hak pejalan kaki di daerah padat dengan kendaraan.
"Itu (revitalisasi trotoar) hal positif. Memberikan hak untuk pejalan kaki yang kurang diperhatikan. Kawasan Cikini itu daerah perdagangan dan jasa, di situ harusnya pergerakan orang cukup banyak," tutur pengamat tata kota Yayat Supriatna, Senin 22 Juli 2019.
Selama ini, kata dia, pejalan kaki kalah dengan PKL, tukang parkir dan sebagainya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaksanakan revitalisasi trotoar sejauh 10 kilometer di kawasan Cikini dan Kramat Raya yang berlangsung sejak Juni. Rencananya revitalisasi itu akan selesai pada Desember tahun ini.
Trotoar yang sebelumnya hanya memiliki lebar maksimal tiga meter akan diperlebar menjadi sekitar empat sampai dengan tujuh meter.
Pejalan kaki berjalan di trotoar Jalan Cikini Raya, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019. Pemprov DKI Jakarta berencana merevitalisasi trotoar sepanjang 10 kilometer. ANTARA/Galih Pradipta
Proyek revitalisasi itu membuat Jalan Cikini mengalami kemacetan, apalagi di saat jam pulang kerja pada sore hari.
Meski menyambut positif pelebaran trotoar, Yayat memperingatkan bahwa pelebaran tersebut harus dimanfaatkan secara penuh untuk pejalan kaki, bukan demi kepentingan pihak lain, seperti pedagang kaki lima dan tukang parkir liar.
Dia memperingatkan penggunaan trotoar yang sudah diperlebar kembali alias revitalisasi trotoar menjadi tempat berjualan dan parkir sudah terjadi beberapa kali sebelumnya.
"Jadi kalau tidak ada penegakan hukum ya sama saja, itu menjadi pasarnya PKL dan parkir liar. Jadi ketika sudah ada pelebaran ataupun revitalisasi trotoar, Satpol PP harus tegas. Sambil menempatkan PKL di tempat yang pas, bukan di situ," ujar akademisi Universitas Trisakti tersebut.
ANTARA