TEMPO.CO, Jakarta -Seorang pengamen Cipulir yang menjadi korban salah tangkap, Fatahilah ingin mengembalikan sepeda motor orang tuanya yang dijual untuk memenuhi kebutuhan selama di penjara.
Pengamen Cipulir ini berharap bisa memenangkan gugatan praperadilan dan menerima uang ganti rugi. "Motor waktu itu sempat dijual buat saya di penjara, buat makan, buat apaan saja di dalam," ujar Fatahilah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 24 Juli 2019.
Fatahilah menjelaskan, orang tuanya memiliki sejenis kantin di salah satu sekolah dasar di Jakarta. Pendapatan dari usaha itu habis untuk membiayai Fatahilah di penjara. Menurut dia, orang tuanya harus mengeluarkan sejumlah uang ketika membesuknya.
"Sampai dagangan bangkrut," kata dia.
Fatahilah dan rekan pengamen lainnya yaitu Fikri, Ucok dan Pau sedang mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Bersama dua pengamen lain, Andro dan Nurdin, mereka dituduh telah membunuh Dicky Maulana, pengamen yang ditemukan tewas di kolong Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan, pada 30 Juni 2013.
Para pengamen itu didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Adapun termohon dalam kasus ini adalah Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI dan Kementerian Keuangan.
Ganti rugi materiil yang diminta sebesar Rp 165.600.000 untuk masing-masing pemohon. Jumlah itu didapat dari kerugian akibat kehilangan pekerjaan sebesar Rp 139.500.000, ongkos transportasi sidang Rp 1.300.000, biaya gelap untuk beli kamar di lapas Rp 9.300.000, serta biaya makanan Rp 15.500.000.
Untuk kerugian imateriil, termohon gugatan praperadilan pengamen Cipulir itu diminta membayar sebesar Rp 20 juta untuk Ucok dan Fikri, dan Rp 28.500.000 untuk Fata.
“Kerugian imateriil karena penyiksaan hingga membuat luka serta kerugian lain,” ujar pengacara LBH Jakarta, Oky Wiratama, Senin, 22 Juli 2019 terkait tuntutan para pengamen Cipulir itu.