TEMPO.CO, Bogor -Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, pihaknya membutuhkan masa transisi selama satu tahun untuk menentukan kebijakan yang tepat dan efektif pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PUTN) terkait Sistem Penyediaan Air Minum di kawasan Sentul City.
“Dalam masa transisi ini kita akan menyelesaikan persoalan-persoalan administrasi,” kata Ade di Pendopo Bupati, Senin 29 Juli 2019 terkait kebijakan yang bakal diambil terkait kasus di Sentul City tersebut.
Ade mengatakan, salah satu alasan pihaknya meminta masa transisi itu mengingat, Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) yang dimiliki Sentul City sangat banyak dan mewah sehingga membutuhkan pembahasan terkait teknik perawatannya.
“Memelihara PSU yang begitu bagus dan mewahnya butuh biaya besar, sementara masyarakat kami di lapangan masih butuh anggaran dari APBD,” kata Ade.
Diketahui dalam Putusan No. 75/G/2017/PTUN.Bdg jo Putusan Mahkamah Agung No. 463 K/TUN/2018, Bupati Bogor diminta mencabut izin Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Sentul City dan mengambil alih pengaliran air minum oleh PDAM Tirta Kahuripan.
“Putusan pengadilan itu setelah 60 hari sudah putus secara otomatis, tetapi langkah selanjutnya (ambil alih) masih dalam perdebatan dan masih dalam proses,” kata Ade.
Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya kembali mempertanyakan ketegasan Bupati Bogor dalam melaksanakan Putusan No. 75/G/2017/PTUN.Bdg jo Putusan Mahkamah Agung No. 463 K/TUN/2018.
Kepala Ombudsman RI perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho mengatakan, berdasarkan Pasal 78 ayat (2) UU No 9 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan jika tidak melaksanakan kewajibannya.
“Termasuk putusan Mahkamah Agung itu,” kata Teguh dalam siaran pers yang diterima Tempo, Jumat 26 Juli 2019 terkait kisruh penyediaan air minum di Sentul City tersebut.