TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisiaris Besar Iwan Kurniawan menjelaskan korban pornografi anak bermula dari saat bergabung dalam akun game online yang dibuat oleh pelaku AAP alias PD alias Defan, 27 tahun.
Dalam akun itu, peserta dimungkinkan untuk bermain memainkan game online secara bersama. "Aplikasi tersebut mewajibkan untuk para pemainnya untuk memberikan identitas baik nama maupun fotonya dan juga umur," kata Iwan saat konferensi pers kasus pornografi anak di kantornya, Senin, 29 Juli 2019.
Menurut Iwan, data-data yang terkumpul kemudian digunakan pelaku untuk membidik korbannya. Pelaku yang tidak memiliki pekerjaan tetap itu mengincar anak-anak perempuan usia dibawah 15 tahun. Iwan berujar, pelaku mulai melakukan perkenalan dengan korbannya melalui aplikasi chattig dari akun game tersebut.
Iwan mengatakan, percakapan antara pelaku dan korban lantas meningkat dengan menggunakan aplikasi perpesanan Whatsapp. Sampai akhirnya, pelaku mampu menyuruh korban untuk melakukan video call sex (VCS).
"Korban bisa membuka pakaian, kemudian menunjukkan kemaluannya dan juga mengajak korban untuk masturbasi," ujar Iwan.
Iwan berujar, pelaku merekam aktivitas tersebut tanpa sepengetahuan korbannya. Dengan modal rekaman itu, pelaku mampu memaksa korban untuk terus menerus melakukan tindakan senonoh.
Penyelidikan kasus ini dimulai dasar laporan orang tua seorang anak berinisial RAP, 9 tahun pada 27 Juni lalu. Setelah melakukan penyelidikan, polisi menemukan korban lain sekitar sepuluh orang.
Iwan melanjutkan, penyelidikan sejauh ini belum menunjukkan bahwa pelaku melakukan pemerasan untuk mendapatkan uang dari korban karena memiliki rekaman video seks. Pemerasan hanya dilakukan agar korban biasa melakukan VCS kembali. Iwan juga belum bisa memastikan bahwa video itu diperjualbelikan.
"Tapi memang sudah sempat dimasukkan kedalam satu grup Whatsapp," kata Iwan.
Iwan mengatakan, grup Whatsapp itu diisi oleh sekitar 100 orang. Saat ini, grup sudah tidak aktif. Iwan berjanji akan menyelidiki grup Whatsapp tersebut.
Menurut Iwan, tersangka AAP juga sempat menghilangkan barang bukti dengan cara menghapus seluruh rekaman-rekaman video porno anak yang ada di ponselnya. Dengan teknologi yang ada, Iwan yakin bisa kembali mengembalikan barang bukti tersebut.
"Bahkan saya sudah berkoordinasi langsung dengan Facebook di Singapura untuk mengangkat barang bukti tersebut walau dia sudah hapus," kata Iwan.
Atas perbuatannya, tersangka kasus pornografi anak itu dijerat dengan Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 52 ayat 1 dan atau Pasal 29 juncto Pasal 45B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 76E Juncto pasal 82 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan Atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.