Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pengakuan Pengamen Cipulir Salah Tangkap: Disetrum dan Diinjak

image-gnews
Dua pengamen korban salah tangkap, Agra dan Fatahillah mendengarkan keputusan hakim dalam sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019. Dalam putusannya, hakim menolak seluruh gugatan empat pengamen Cipulir korban salah tangkap. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Dua pengamen korban salah tangkap, Agra dan Fatahillah mendengarkan keputusan hakim dalam sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019. Dalam putusannya, hakim menolak seluruh gugatan empat pengamen Cipulir korban salah tangkap. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Ahad pagi, 30 Juni 2013 menjadi hari yang tak terlupakan bagi Arga Putra Samosir, satu dari empat pengamen Cipulir yang menuntut ganti rugi atas kasus salah tangkap yang dialaminya.

Arga, yang saat itu berusia 14 tahun, baru saja pulang dari sebuah acara di Parung Panjang, Bogor. Bersama rekannya, sesama pengamen jalanan, Fatahillah, saat itu berusia 14 tahun, Fikri Pribadi, 16 tahun, Bagus Firdaus, 17 tahun, Andro Suprianto, 18 tahun, dan Nurdin Prianto, 23 tahun, Arga menuju ke kolong jembatan Cipulir setelah turun dari kereta di stasiun Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Kolong jembatan itu menjadi tempat berkumpul Arga dan rekannya sesama pengamen jalanan. Di situ pula mereka menemukan Dicky Maulana, 15 tahun, dalam keadaan sekarat.

"Awalnya saya kira orang gila, tapi, saat dideketin ternyata udah berlumur darah dan udah sekarat. Saya sempat takut juga," ujar Arga saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 26 Juli 2019.

Suasana sidang praperadilan tuntutan ganti rugi yang diajukan empat pengamen Cipulir korban salah tangkap di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019. Hakim tunggal memutuskan menolak gugatan karena dianggap telah kedaluwarsa. ADAM PRIREZA/TEMPO

Tak berani mendekat, Arga hanya memandang Dicky dari jarak sekitar tiga meter. Ia lantas memutuskan untuk tidur di kolong jembatan karena kelelahan.

Namun Fatahillah berinisiatif membelikan makanan dan minuman untuk Dicky. "Saya belikan air mineral, diminum oleh korban dan airnya keluar lagi dari bekas tusukan di lehernya," kata Fatahillah.

Ketika Arga terbangun sekitar pukul 12.00 WIB, beberapa rekannya mengatakan Dicky sudah tak bernyawa. Sontak ia langsung melapor ke pihak keamanan terdekat dan diteruskan kepada polisi yang datang tak lama kemudian.

Polisi lantas memboyong Arga, Andro, dan Bagus ke kantorPolsek Pesanggrahan. Mereka dimintai keterangan sebagai saksi terkait meninggalnya Dicky.

Beberapa berapa menit kemudian polisi membawa ketiganya dengan mobil ke Polda Metro Jaya. Sesampainya di sana, polisi kembali menginterogasi mereka di ruangan yang berbeda-beda. Menurut penjelasan Arga, mereka dibawa ke ruangan yang kecil, tertutup, serta banyak meja dan berkas-berkas di atasnya.

Setelah menceritakan kejadian sesungguhnya, Arga mengatakan kalau penyidik malah memaksa dirinya mengaku kalau ia dan teman-temannya lah yang menganiaya Dicky hingga tewas. Tidak mau menuruti kemauan Polisi, Dicky di bawa ke lahan parkir dan dianiaya agar mau mengaku. "Saya diinjak-injak, disuruh mengaku. Saya gak mau. Orang saya gak salah," tutur Arga.

Namun dua pengamen yang lain, Bagus dan Andro, ternyata menuruti paksaan polisi dan mengaku. Arga melihat salah satu dari mereka tengah telanjang dada sambil merokok dengan tubuh yang gemetar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiganya lantas dibawa ke kolong jembatan Cipulir tempat Dicky ditemukan sekarat dan tewas. Bagus, Andro, dan Arga dipaksa polisi merekonstruksi peristiwa yang tak pernah mereka lakukan.

Arga yang masih tetap dipukuli oleh polisi untuk mengaku akhirnya tak tahan juga. Dengan harapan penyiksaannya berhenti, ia pun menuruti kemauan polisi. Tak lama setelah itu datanglah Fatahillah dan Fikri Pribadi. Menurut Fatahillah, mereka tiba-tiba dicokok polisi saat sedang tidur di samping angkringan Jalan Perdatam Raya, Pancoran, Jakarta Selatan.

Suasana sidang putusan gugatan ganti rugi atas kasus salah tangkap dua pengamen Cipulir, di PN Jakarta Selatan, 9 Juli 2016. Kedua korban salah tangkap tersebut mendapat ganti rugi dari negara namun tidak sesuai dengan permintaan yang mereka ajukan yaitu Rp 1 miliar. TEMPO/M Iqbal Ichsan

Fatahillah menuturkan, polisi juga menyiksa mereka agar mengaku. Kepala keduanya dibungkus plastik lalu dipukuli oleh polisi. Selama sepekan di Polda Metro Jaya, dia mengalami penyiksaan. Ia dipukuli dan disetrum agar mau mengaku.

Bekas luka setruman meninggalkan jejaknya di punggung bagian bawah dan perut Fatahillah. Namun dia tetap tak mau mengakui hal yang tak dia lakukan. "Sampai diputus bersalah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saya gak mau mengaku karena saya gak membunuh, saya hanya menolong," ujar Fata.

Para pengamen Cipulir itu sempat mendekam di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya selama satu bulan tiga hari sebelum berkas mereka dikirim ke Kejaksaan. Berkas perkara kemudian dipisah menjadi terdakwa dengan umur dewasa, yaitu Andro dan Nurdin, serta Fatahillah, Fikri, Arga, dan Bagus dengan status di bawah umur. Rata-rata mereka divonis bersalah dengan hukuman tiga tahun penjara.

LBH Jakarta yang mendampingi para pengamen itu lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, namun, mereka tetap dinyatakan bersalah. Tak sampai di situ, LBH Jakarta mengajukan kasasi kepada Mahakmah Agung. Majelis kasasi MA memutus kalu para pengamen tak bersalah dan dibebaskan dari penjara, di mana Andro dan Nurdin bebas divonis bebas pada April 2014, sementara Arga, Fatahillah, Bagus, dan Fikri pada Januari 2016.

Andro dan Nurdin kemudian mengajukan praperadilan. Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh pengadilan dengan meminta Polda Metro Jaya untuk memberikan ganti rugi senilai Rp 72 juta pada tahun 2016 untuk keduanya. Saat ini giliran empat pengamen lainnya yang mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Lewat praperadilan, para pengamen ini menuntut Polda Metro Jaya, Kementerian Keuangan, serta Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta memberi ganti rugi kepada keempat pengamen korban salah tangkap ini sebesar Rp 165.600.000 untuk masing-masing pengamen. 

Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan ganti rugi empat pengamen ini. Hakim tunggal Elfian menyebut gugatan tersebut telah kedaluwarsa sehingga harus ditolak.

Terkait dugaan adanya kekerasan dalam kasus salah tangkap para pengamen Cipulir, Polda Metro Jaya enggan berkomentar banyak. Pada 18 Juli lalu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menyebut penyidik telah melakukan proses hukum sesuai prosedur. "Bukti formil dan materiil telah dipenuhi. Terbukti berkas perkara dinyatakan lengkap oleh JPU dan setelah dilakukan sidang tingkat 1 bahwa pelaku dinyatakan bersalah dan divonis," ucap Argo.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kasus Polisi Salah Tangkap Pasangan Suami Istri di Cileungsi Viral, Kapolres Bogor Copot Anggotanya

13 Februari 2024

Ilustrasi Borgol. mentalfloss.com
Kasus Polisi Salah Tangkap Pasangan Suami Istri di Cileungsi Viral, Kapolres Bogor Copot Anggotanya

Kapolres Bogor minta maaf atas kasus salah tangkap terhadap pasangan suami istri penjual keripik yang sedang isi bensin di SPBU.


Oman Abdurohman Korban Salah Tangkap, Bagaimana Tanggung jawab Polisi dan Hak Korban?

14 Januari 2024

Oman Abdurohman. Foto: Istimewa
Oman Abdurohman Korban Salah Tangkap, Bagaimana Tanggung jawab Polisi dan Hak Korban?

Belum lama ini Oman Abdurohman mendapat ganti rugi Rp 222 juta karena jadi korban salah tangkap polisi. Apa hak korban salah tangkap?


Korban Salah Tangkap Polisi Sejak Sengkon dan Karta, Pengamen Cipulir, hingga Oman Abdurohman

14 Januari 2024

Sengkon dan Karta. Data TEMPO
Korban Salah Tangkap Polisi Sejak Sengkon dan Karta, Pengamen Cipulir, hingga Oman Abdurohman

Oman Abdurohman bukan korban salah tangkap polis pertama. Mengingatkan peristiwa 27 tahun lalu, kasus Sengkon dan Karta.


Dosen Hukum UGM Sebut Kasus Klitih Gedongkuning Bukti Absennya Pendekatan Humanis Aparat

24 Mei 2023

Konferensi pers perwakilan dari terdakwa orangtua keluarga Korban salah tangkap dan rekayasa oleh aparat polda Yogjakarta, di kantor kontraS kecamatan Senen, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Maret 2023. Jalan panjang perjuangan membebaskan korban praktik dugaan rekayasa kasus disertai dengan penyiksaan peristiwa kejahatan jalanan (klitih) yang terjadi pada 3 April 2022 lalu semakin menemukan titik terang, bahwa proses penyidikan dalam perkara ini diwarnai dengan rangkaian tindakan kekerasan. Hal ini dibuktikan melalui temuan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Perwakilan Yogyakarta serta surat rekomendasi Komnas HAM. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Dosen Hukum UGM Sebut Kasus Klitih Gedongkuning Bukti Absennya Pendekatan Humanis Aparat

Dosen Hukum Tata Negara UGM Herlambang P. Wiratraman sebut kasus salah tangkap klitih Gedongkuning buktikan tak ada pendekatan humanis aparat.


3 Warga AS Jadi Korban Salah Tangkap 28 Tahun, demi Lindungi Pengedar Narkoba

21 Oktober 2022

Kunta Gable, Leroy Nelson dan Bernell Juluke setelah bebas dari penjara Angola. Handout
3 Warga AS Jadi Korban Salah Tangkap 28 Tahun, demi Lindungi Pengedar Narkoba

Tiga pria AS jadi korban salah tangkap 28 tahun, kasusnya direkayasa polisi untuk melindungi bndar narkoba.


Apa Sanksi Bagi Polisi yang Melakukan Salah Tangkap? 24 Hal yang Dilarang Dilakukan Anggota Polri

18 September 2022

Anggota Polisi Lalu Lintas menghalau pesepeda yang ingin melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu, 29 Agustus 2021. Ditlantas Polda Metro Jaya belum mengizinkan bagi para pesepeda untuk melintas di kawasan ganjil-genap saat PPKM Level 3 yang diantaranya Jalan Sudirman, MH Thamrin dan Rasuna Said. TEMPO/M Taufan Rengganis
Apa Sanksi Bagi Polisi yang Melakukan Salah Tangkap? 24 Hal yang Dilarang Dilakukan Anggota Polri

Korban salah tangkap berhak mendapat rehabilitasi dan ganti rugi. Apa sanksi bagi anggota Polri yang lakukan salah tangkap?


Hak Apa Saja Yang Didapat Korban Salah Tangkap Polisi?

18 September 2022

Ilustrasi Ditangkap / Ditahan / Diborgol. shutterstock.com
Hak Apa Saja Yang Didapat Korban Salah Tangkap Polisi?

Polisi bisa saja melakukan salah tangkap, sebagai korban bisa mengajukan ganti rugi yang dijamin KUHAP. Bagaimana caranya?


Top 3 Metro: Kader HMI Dituduh Begal Bebas, Mosi Tidak Percaya Wali Kota Depok

11 Mei 2022

Polisi menunjukkan 8 dari 9 orang tersangka saat rilis kasus begal 2 anggota TNI di Polres Metro Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa, 10 Mei 2022. TEMPO/ Cristian Hansen
Top 3 Metro: Kader HMI Dituduh Begal Bebas, Mosi Tidak Percaya Wali Kota Depok

LBH dan Kontras menangani kasus dugaan salah tangkap begal Bekasi ini pada 10 Februari 2022, ketika sudah di persidangan.


Kader HMI Dituduh Begal Bebas dari Tahanan, Polisi: Kewenangan Pengadilan

10 Mei 2022

Ilustrasi begal sepeda. Pixabay
Kader HMI Dituduh Begal Bebas dari Tahanan, Polisi: Kewenangan Pengadilan

Kapolres Metro Bekasi mengatakan bebasnya kader HMI yang dituduh begal dari tahanan merupakan kewenangan pengadilan. Diduga korban salah tangkap.


Kader HMI yang Dituduh Begal Dilepas, Polda: Selanjutnya Diurus Polres Bekasi

10 Mei 2022

Ilustrasi begal. Shutterstock
Kader HMI yang Dituduh Begal Dilepas, Polda: Selanjutnya Diurus Polres Bekasi

Kader HMI sekaligus guru mengaji di Bekasi, Muhamad Fikry, yang diduga jadi korban salah tangkap kasus begal di bekasi dibebaskan bersama dua rekannya