TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengatakan tidak bermaksud mendorong Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk membantu mengelola sampah di DKI.
"Yang saya maksud bukan melibatkan Bu Risma, tapi apa yang dilakukan Risma itu yang patut di contoh. Apa itu? Penanganan sampah dari hulu," kata Bestari saat dihubungi Tempo, Kamis malam, 1 Agustus 2019.
Bestari yang merupakan anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapem Perda) DPRD DKI, melakukan studi banding mengenai pengelolaan sampah ke Surabaya, Jawa Timur. Kala itu, Bestari bertanya apakah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ingin diboyong ke Jakarta agar masalah sampah teratasi.
Dalam video yang beredar di media sosial, Risma tertawa mendengar penuturan kalau DKI memiliki anggaran soal sampah sampai Rp 3 triliun. Dalam video lainnya, menanggapi isi video yang pertama, Risma menyatakan siap membantu kalau DKI membutuhkan.
Menurut Bestari, media salah mengintepretasikan ajakan tersebut. Sebab, pernyataannya itu diterjemahkan pernyataannya dengan rencana membawa Risma langsung ke ibu kota. "Bu Risma cukup di Surabaya saja, tidak perlu ke Jakarta," kata dia.
Bestari menjelaskan yang patut dibawa dari Risma adalah caranya melakukan pendekatan pengelolaan sampah dari hulunya, yakni masyarakat. Risma, kata dia, sangat baik dalam melakukan pendekatan dan penyadaran masyarakat tentang arti penting pengelolaan sampah dari sumbernya. "Itu yang perlu dicontoh," ujarnya.
Menurut Bestari, selama ini penanganan sampah DKI lebih banyak menarasikan pembangun teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau intermediate treatment facility atau ITF Sunter, Jakarta Utara, dan kerja sama pembuangan ke Bantargebang, Bekasi, yang akan habis masa kontraknya pada 2021.
Padahal, menurut Bestari, persoalan utama adalah penanganan sampah di hulunya, yakni sampah rumah tangga, hotel, restoran, industri dan lainnya. Di Surabaya, kata dia, telah terbangun sistem yang baik untuk dicontoh, seperti adanya agen, seminar dan simulasi pengelolaan sampah yang rutin digelar. "Perlu juga berikan reward bagi wilayah yang mampu mengurangi sampahnya," ujarnya.
Bestari mengatakan jika DKI bisa mencontoh penanganan sampah dari hulunya seperti Surabaya, maka ibu kota bisa mengurangi sampah di ibu kota sekitar 10-20 persen. Adapun total produksi sampah di DKI mencapai 7.500 ton per hari
Kemudian, Bestari menuturkan jika ITF Sunter bisa beroperasi pada 2022, maka nantinya bisa menyerap 2.200 ton per hari. Setiap ton sampah yang masuk ke ITF akan membayar konpensasi berupa tipping fee yang nilainya masih dibahas antara Rp 350-600 ribu.
Bestari menuturkan DKI harus bergerak cepat dalam mengelola sampah di ibu kota. Sebab, jika tidak, maka pada 2021 DKI bakal darurat sampah karena kotrak pembuangan sampah di Bantargebang telah habis dan lokasi tempat pembuangan sampah terpadu itu juga sudah melebihi muatan. "Jadi perlu ada beberapa dua sampai tiga titik lagi untuk disiapkan ITF. Sebab, jika satu ITF beroperasi masih ada 5.300 ton sampah DKI harus dibuang," ujarnya.