TEMPO.CO, Jakarta - Masalah tumpahan minyak Pertamina memang tengah membuat sejumlah nelayan di kawasan Marunda, Jakarta Utara, cemas. Namun mereka menyebutkan bahwa masalah utama mereka sejak beberapa tahun terakhir sebenarnya adalah tumpukan sampah plastik.
Rarat, seorang nelayan yang sehari-hari melaut di sepanjang Pantai Marunda hingga Kali Kanal Timur yang berbatasan dengan Bekasi menyatakan bahwa masalah sampah plastik telah membuat perairan di sana menjadi dangkal.
Dangkalnya air laut itu, menurut dia, berimbas pada hasil tangkapannya yang kian hari kian sedikit. "Kalau pantainya jadi dangkal, hasil tangkapan jadi sedikit," kata Rarat, Jumat 2 Agustus 2019.
Sebelum sampah plastik tersebut membanjiri Pantai Marunda, menurut dia, kedalaman di sana mencapai antara delapan hingga sepuluh meter. Namun dalam beberapa tahun terakhir kedalaman di perairan tersebut menjadi semakin dangkal hingga mencapai kurang dari satu meter.
"Jadi kalau sampah itu datang, terkena angin barat ya masuk. Pas terkena gelombang, tercampur dengan lumpur akhirnya tenggelam," kata dia.
Sampah yang tenggelam tersebut terbawa ombak ke pinggiran pantai dan sedikit demi sedikit terus memenuhi daratan di sekitar pantai.
Sejak pantai Marunda menjadi dangkal, Rarat mengaku harus melaut lebih jauh ke lepas pantai untuk bisa mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah. Sayangnya perahu milik Rarat tak cukup besar untuk menghadapi gelombang besar di laut lepas.
"Ikan itu suka berenang bebas di laut lepas. Kalau pantainya dangkal, ikan-ikan tersebut jadi semakin jauh ditangkapnya."
Rarat mengaku dirinya dan warga di sekitar pantai sudah mencoba membersihkan sampah plastik itu dengan cara membakarnya. Namun apa daya, sampah yang datangnya dari laut jumlahnya terlalu banyak sehingga warga merasa kewalahan untuk membersihkannya.