TEMPO.CO, Jakarta - Subdit 2 Harta Benda dan Bangunan Tanah (Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap sindikat penipu properti berkedok notaris palsu yang menimbulkan kerugian hingga Rp 214 miliar. Sindikat itu menyasar rumah dengan harga di atas Rp 15 miliar.
"Penipuan ini dikemas secara rapih, rumah yang jadi sasaran biasanya di atas Rp 15 miliar, makanya (korban) minta tolong dijual, tapi malah disalahgunakan pelaku," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono saat konferensi pers di Tebet Timur, Jakarta Selatan, Senin, 5 Agustus 2019.
Dalam kasus penipuan ini, polisi menangkap empat orang tersangka dengan inisial D, A, K, dan H. Mereka, kata Argo, memiliki perannya masing-masing, seperti mencari korban, berpura-pura menjadi notaris, memalsukan sertifikat tanah korban, hingga mengontrak rumah dan membuat plang palsu notaris.
Argo menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat ke polisi. Dalam laporan itu, masyarakat mendapatkan surat tagihan dari bank mengenai pembayaran agunan sertifikat tanah mereka. Padahal, mereka merasa tak pernah mengagunkan sertifikatnya.
Menanggapi laporan itu, Subdit 2 Harda Polda Metro Jaya membentuk tim untuk menelusuri dugaan penipuan tersebut. Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa korban pernah meminjamkan sertifikatnya kepada notaris abal-abal bernama Idham. Alasan korban meminjamkan sertifikat tersebut untuk urusan jual beli rumah.
"Jadi pelaku meminjam sertifikat tanah korban dengan alasan untuk memeriksa keasliannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN)," kata Argo.
Korban percaya dengan para pelaku karena proses peminjaman sertifikat dilakukan di kantor notaris Idham yang berada di Jalan Tebet Timur, Jakarta Selatan. Padahal kantor notaris itu palsu. Idham merupakan notaris di Batam yang sudah pensiun.
Setelah sertifikat diserahkan, pelaku memalsukannya dan mengembalikannya ke korban, sedangkan sertifikat asli digadaikan ke perbankan. Argo menuturkan sertifikat tanah yang pelaku palsukan sangat mirip dengan yang asli sehingga korban tak curiga.
Belakangan, korban mendapat surat tagihan dan sadar menjadi korban penipuan. Menurut Argo, saat ini polisi baru menerima tiga laporan dari para korban dan akan ada enam korban lainnya yang melapor.
Dari yang sudah terungkap, Argo menuturkan nominal kerugian korban akibat sindikat penipuan notaris palsu ini telah mencapai Rp 214 miliar. Polisi meyakini jumlah korban yang melapor akan bertambah seiring terekposnya sindikat tersebut. "Mereka sudah melakukan penipuan sejak bulan Maret, setiap di-BAP mereka ngeles terus," ujar Argo.