TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Jakarta Utara Sulkarnain membeberkan alasan melaporkan kasus hilangnya hasil rekapitulasi suara tingkat kota alias DB1 Kota Jakut ke polisi. Perkara ini menyeret dua politikus Demokrat, yakni Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Demokrat DKI Santoso dan Ketua Ranting Demokrat Wilayah Tanjung Priok Asep Suhenda.
Sulkarnain menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyerahkan berkas itu ke seseorang tanpa sepengetahuan DPC Demokrat Jakut. Menurut dia, si pengambil surat seharusnya mengantongi surat tugas atau surat mandat dari DPC Demokrat Jakut untuk menjemput DB1 di kantor KPU.
"Ternyata ada yang mendahului ambil yang bukan saya perintah, yang bukan dia mendapat mandat," kata Sulkarnain saat dihubungi Tempo, Senin malam, 5 Agustus 2019.
Sulkarnain kemudian menanyakan kepada KPU siapa yang telah mengambil berkas tersebut. Kepada Sulkarnain, KPU menyatakan tak tahu-menahu dan hanya memperlihatkan tanda tangan yang menjadi bukti bahwa DB1 Kota Jakut sudah diambil.
Padahal, DB1 ini akan Sulkarnain pakai sebagai salah satu barang bukti kasus dugaan penghilangan suara pemilu oleh Panitia Pemilihan tingkat Kecamatan (PPK) Koja dan Cilincing. "Jadi dokumen itu bisa dikroscekan kebenarannya DAA dengan DB1 itu," kata dia.
Sulkarnain sempat memperkarakan kasus dugaan penghilangan suara itu. Namun Pengadilan Negeri Jakut memvonis ke-10 petugas PPK tak bersalah.
Selanjutnya, Sulkarnain menghubungi Santoso melalui sambungan telepon dan pesan Whatsapp. Namun, Santoso tak merespons. Calon legislatif (caleg) DPRD DKI ini akhirnya mengadu ke Komisi Pengawas DPD Demokrat DKI. Perwakilan Komisi Pengawas menyarankan agar melapor ke polisi.
Sulkarnain manut dan resmi melapor ke Polda Metro Jaya pada 1 Juni 2019. Polda kemudian melimpahkan kasus ini ke Polres Jakarta Utara.
Pada 30 Juli 2019, penyidik menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP). Surat itu berisikan penetapan Asep Suhenda dan Santoso sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Dari sini, Sulkarnain mengaku baru mengetahui bahwa Asep yang mengambil berkas rekapitulasi suara itu. "Menurut pengakuan Asep di dalam BAP-nya (berita acara pemeriksaan) itu diperintahkan oleh Santoso. Tapi kan Santoso tidak kasih tahu kita (DPC)," kata dia.
Dua politikus Demokrat itu, Asep dan Santoso diduga melanggar Pasal 372 dan atau Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal 372 mengatur soal pidana penggelapan. Sementara kasus penipuan dijerat dengan Pasal 378. Hukuman penjara yang diatur dalam masing-masing pasal adalah maksimal empat tahun.