TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengimbau kepada rekan-rekan satu karantina dari anggota pasukan pengibar bendera (Paskibra) Tangerang Selatan, Aurellia Quratu Aini untuk bicara kepada polisi. Begitu pun untuk pihak lain yang memiliki informasi terkait sebab kematian anggota Paskibra Aurellia.
“Kami imbau rekan-rekan korban yang memiliki informasi penting tentang penyebab kematian korban, untuk bekerja sama dan memberikan informasi kepada pihak kepolisian. Tidak perlu takut,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 8 Agustus 2019.
Langkah itu, kata Hasto, diharapkan bisa mendukung penyidik untuk mencari tahu ada atau tidaknya kekerasan yang dialami oleh Aurellia selama mengikuti pelatihan dan pembekalan di Paskibra hingga menyebabkan meninggal. Terlebih, saat ini polisi masih menyelidiki kasus itu walau keluarga Aurellia belum membuat laporan.
Hasto mengatakan pelapor atau saksi yang memberi keterangan kepada penegak hukum guna kepentingan penyelidikan berhak atas perlindungan. Hak tersebut diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Jika memang ada potensi ancaman atau intimidasi terhadap para saksi maupun rekan-rekan korban atas apa yang terjadi di pelatihan, laporkan ke LPSK, termasuk bagi pihak keluarga. Kami siap berikan perlindungan,” kata Hasto.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono sebelumnya mengatakan penyidik masih melakukan sejumlah pemeriksaan dalam kasus ini. "Untuk hari ini dari laporan yang sama terima adalah memeriksa beberapa saksi. Terutama yang menjadi pelatih," ujarnya, Selasa, 6 Agustus 2019.
Dihubungi terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Muharram Wibisono membenarkan pernyataan Argo. Menurut dia, pemeriksaan dilakukan untuk menghimpun informasi. "Iya. Dari PPI (Purna Paskibraka Indonesia)," kata dia.
Aurellia Quratu Aini meninggal saat akan dibawa ke rumah sakit pada Kamis, 1 Agustus 2019. Warga Cipondoh, Tangerang itu diduga mengalami kekerasan saat mengikuti Paskibra. Salah satunya disampaikan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan Aurellia mengaku sempat ditampar oleh salah satu seniornya di Paskibra. Pengakuan itu disampaikan Aurellia kepada sang ibu. Selama mengikuti pelatihan, Aurellia disebut juga pernah dihukum push up dengan cara yang tidak benar, yaitu dengan tangan dikepal sehingga mengakibatkan cedera. Aurellia sempat melarang ibunya yang ingin mendatangi para senior tersebut. "Untuk beberapa kasus kekerasan anak-anak memang begitu. Korban enggak berani melapor karena takut lebih di bully lagi," ujar Retno, Sabtu, 3 Agustus 2019.
Pada 31 Juli 2019 atau sehari sebelum meninggal, Aurellia menjalani latihan fisik Paskibra yang cukup berat. Sore harinya, Aurellia harus melaksanakan jadwal renang. Ketika pulang ke rumah, dia langsung istirahat. "Tapi tidur dengan kondisi badannya hangat," ujar Retno.
Orang tua Aurellia tidak membangun Aurellia dan membawanya ke rumah sakit malam itu walau badannya hangat. Menurut Retno, orang tua menilai anggota Paskibra itu hanya kelelahan. Namun pada esok harinya, Aurellia jatuh di rumah. "Lalu dibawa ke rumah sakit dan pas dibawa meninggal," kata Retno.