TEMPO.CO, Cikarang - Sejumlah nelayan di Muara Gembong, pesisir utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat meminta kompensasi ganti rugi akibat terdampak tumpahan minyak Pertamina Hulu Energi di blok Offshore North West Java di perairan Karawang.
Salah satu nelayan dari desa Pantai Sederhana, Nurali Enjok, 59 tahun, meminta Pertamina bertanggung jawab atas insiden yang berdampak langsung bagi kelangsungan mata pencahariannya itu. "Kalau boleh meminta, saya dan teman-teman nelayan di sini ingin ada kompensasi dari Pertamina apapun bentuknya nanti. Karena di Karawang informasinya warga di sana sudah dijanjikan ganti rugi," kata Nurali di Cikarang, Rabu, 7 Agustus 2019.
Nurali mengatakan sebelum insiden itu, para nelayan mampu menghasilkan tangkapan ikan, udang, rajungan, dan cumi hingga 10 kilogram sehari. Namun kini, mereka hanya mampu menangkap satu hingga dua kilogram perhari.
Menurut Nurali, nelayan juga mengeluhkan isu ikan beracun yang beredar di masyarakat hingga ke lapak penjualan dan pelelangan ikan di wilayahnya. Isu itu membuat penjualan menurun.
"Jadi ada isu temuan ikan mati akibat limbah minyak itu. Sudah dapatnya sedikit, dijualnya juga murah tapi mau tidak mau karena ini satu-satunya penghasilan kami," kata Nurali.
Warga mengumpulkan tumpahan minyak (Oil Spill) yang tercecer di Pesisir Pantai Cemarajaya, Karawang, Jawa Barat, Senin, 22 Juli 2019. Tumpahan minyak tersebut tercecer di sepanjang pantai Sedari hingga pantai Cemarajaya akibat kebocoran pipa proyek eksplorasi minyak milik Pertamina. ANTARA
Selain desa Pantai Sederhana, dua desa di Kecamatan Muaragembong masing-masing desa Pantai Bahagia dan Pantai Bakti mengalami hal serupa. Tumpahan minyak yang mulai memasuki perairan mereka sejak Ahad, 21 Juli lalu berdampak signifikan terhadap kelangsungan hidup nelayan dan petani tambak.
Salah satu petambak ikan dan udang di desa Pantai Bahagia, Surin, 41 tahun, mengaku insiden tumpahan minyak itu menyebabkan ikan dan udang miliknya mati. "Tambak saya letaknya di tepi laut dan air laut menjadi andalan saya untuk mengairi tambak. Limbah Pertamina masuk ke tambak saya terutama saat air pasang di malam hari," kata dia.
Surin pun berharap Pertamina segera menyelesaikan persoalan pencemaran air laut oleh tumpahan minyak dan segera memberikan kompensasi kepada nelayan dan petambak atas kerugian yang dialami.
"Jadi kalau bisa kita jangan hanya diberi imbalan untuk membersihkan tumpahan minyaknya saja tapi kami minta ganti rugi atas kejadian ini. Kalau nelayan Karawang katanya dikasih kompensasi mengapa kami di sini sampai sekarang belum menerimanya. Apa bedanya kami dengan mereka yang di Karawang," kata Surin.
Sampai saat ini, Pertamina masih melakukan upaya pengeboran untuk menghentikan gelembung gas di sekitar anjungan YYA-1. Sebanyak 45 kapal disiagakan untuk mengatasi tumpahan minyak Pertamina itu.