TEMPO.CO, Jakarta - Perluasan ganjil genap bagi sejumlah warga di Jakarta Utara mendapatkan respon beragam dari warga. Ada yang menilai kebijakan tersebut tak akan efektif mengurangi polusi udara hingga ada yang merasa keberatan karena akan menghambat aktivitas warga yang mobilitasnya tinggi.
Irma, seorang karyawan swasta mengatakan perluasan ganjil genap belum menjadi solusi yang efektif dalam mengatasi polusi kemacetan di DKI Jakarta. Pasalnya, menurut dia, banyak warga yang bisa menambah kendaraan untuk menyesuaikan jadwal ganjil genap.
"Memang tidak berpengaruh, dengan adanya ganjil genap malah orang pada nambah beli mobil jadi dua biar enak keluar. Nanti saat ganjil pakai mobil plat ganjil gitu sebaliknya enggak pakai ribet," kata Irma saat ditemui Tempo di Mal Artha Gading, Jakarta Utara, Kamis, 8 Agustus 2019.
Ia menuturkan perluasan ganjil genap seharusnya dibarengi dengan solusi yang lebih efektif. Karena menurut dia penerapan ganjil genap sejauh ini tidak memberi pengaruh dalam mengurai kemacetan Jakarta.
Sementara Ramadan mengatakan bahwa perluasan ganjil genap bisa mempersempit ruang geraknya yang membawa mobil pribadi saat bekerja.
"Ruang gerak menjadi terasa sempit, jadi tidak ingin bawa mobil di hari ganjil," ujarnya.
Dia berharap pemerintah memberikan solusi yang lebih efektif. Misalnya menyediakan transportasi umum yang memadai baik dari segi jumlah maupun pelayanannya.
"Alternatif saat ini kendaraan umum belum maksimal, belum banyak, dan lebih parahnya belum tepak waktu," katanya.
Sosialisasi perluasan ganjil genap di sejumlah daerah di DKI Jakarta sudah mulai dilaksanakan sejak Rabu kemarin, 7 Agustus 2019. Kebijakan tersebut diambil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan setelah munculnya kajian soal polusi udara di ibu kota yang semakin memprihatinkan. Jakarta bahkan sempat menempati peringkat pertama sebagai kota besar dengan kualitas udara paling buruk di dunia.