TEMPO.CO, Jakarta - Pendaftaran program Rumah DP 0 rupiah gelombang kedua baru saja dibuka Kamis kemarin 7 Agustus 2019. Mereka yang hendak mendaftar berasal dari pelbagai latar belakang pekerjaan.
Imbroni, 35 tahun, misalnya mengharapkan untuk bisa menjadi salah satu warga yang beruntung mendapatkan jatah. Saat ini dia bekerja sebagai kurir di kawasan Jakarta Pusat. Dengan gaji kisaran Rp 5 juta per bulan, Imbroni harus menanggung seorang istri dan dua anak.
"Istri ibu rumah tangga," kata Imbroni saat ditemui Tempo di lokasi rumah DP nol Klapa Village, Jakarta Timur, Jumat, 9 Agustus 2019.
Imbroni dan istri, Siti Rahmalia, tak tahu harus kemana membeli rumah yang terjangkau. Menurut Imbroni, dirinya ingin memiliki rumah di Jakarta sesuai lokasi tempat kerja meski dia mengetahui bahwa harga rumah susun (rusun) DP nol rupiah lebih mahal ketimbang rumah tapak di luar Jakarta.
"Jadi cari di Jakarta. Kontrak sekarang lumayan di Jakarta, lebih dari sejuta," ujar warga Kampung Melayu ini.
Sementara itu, nasib Rini Mega Fitriati, 27 tahun, sedikit lebih beruntung. Gaji Rini dan suaminya mencapai lebih dari Rp 7 juta. Ini melebihi syarat pendaftar rumah DP nol yang penghasilan suami-istri harus Rp 4-7 juta.
Rini berujar, dirinya bekerja sebagai karyawan swasta di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Sedangkan suaminya mencari nafkah di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat.
Walau demikian, Rini mencoba peruntungan merebut satu hunian rumah DP 0. Dia berniat memiliki rumah sendiri di Ibu Kota. Warga Cawang ini kini tinggal di rusun sewa alias rusunawa pemerintah di Cijantung, Jakarta Timur beserta suami dan dua anaknya . Dia harus menyetor Rp 750 ribu per bulannya.
"Terus tahu ini (rumah DP nol) hak milik mendingan sekalian ini. Kalau sewa jatuhnya bayar setiap bulan tapi bukan hak milik. Kalau cuma beda tipis mending (beli) sekalian," jelas dia.
Warga Jakarta lain bernama Firdaus hanya datang berdua dengan sang istri, Nurul Affifah, untuk mendaftar. Firdaus tak mau sia-siakan program pemerintah DKI untuk membeli hunian tanpa DP dan tak jauh dari tempat kerjanya di Mangga Besar, Jakarta Barat. Sebab, persoalan yang dihadapinya dalam membeli rumah di Jakarta, "Di DP doang."
"Kalau (harga rumah) di luar (Jakarta) memang segini standarnya. Tapi dari sini (Klapa Village) enggak terlalu jauh daripada harus ke Citayam," lanjut pria 29 tahun ini.
Dira Arnesiah, 27 tahun, pun tertarik dengan program rumah DP 0 rupiah. Pendapatan ibu beranak dua ini bila disatukan dengan suami pas di angka Rp 7 juta. Dira bercerita sebenarnya menginginkan rumah tapak. Akan tetapi, harga rumah tapak di DKI sudah melambung tinggi.
Sementara rumah tapak di pinggiran Jakarta, seperti Bogor, Bekasi, dan Tangerang, tutur dia, memang murah. Dira menilai besaran cicilannya sama seperti rumah DP nol. Namun, dia tak sanggup jika harus membayar DP hingga puluhan juta rupiah.
"Aku pernah mencari informasi mengenai rumah di pinggiran Jakarta. Rata-rata DP paling minimal Rp 30 juta. Bagi aku atau mungkin orang lain DP segitu agak berat," ucap dia.
Progam rumah DP 0 rupiah merupakan janji kampanye pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat Pilkada 2017. Anies sempat menyatakan program ini merupakan solusi bagi warga DKI yang belum memiliki rumah. Saat itu, menurut dia, 41 persen warga DKI tak memiliki rumah sendiri.
Pemerintah DKI saat ini baru menyiapkan hunian di Klapa Village. Perumahan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya selaku penanggung jawab proyek menargetkan pembangunan rampung pertengahan Agustus ini.
Pemerintah DKI Jakarta menyediakan dua tipe hunian, yakni tipe 21 (satu kamar) dan tipe 36 (dua kamar). Rumah tipe 21 dibanderol Rp 184 juta-Rp 213 juta. Sementara tipe 36 senilai Rp 335 juta-Rp 341 juta.