TEMPO.CO, Jakarta - Rini Mega Fitriati, 27 tahun, terlihat sedang duduk di kursi merah di kompleks Klapa Village, Jakarta Timur. Rini sibuk mengisi formulir pendaftaran rumah dengan uang muka atau Rumah DP nol rupiah.
Rini termasuk yang antusias menghadapi persyaratan kepemilikan rumah murah ala Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu. Penghasilannya dan sang suami melebihi syarat, yakni di atas Rp 7 juta. Rini adalah karyawan swasta di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, sedang suami disebutnya bekerja di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat.
"Ini sebenarnya sama kayak semi apartemen. Buat di Jakarta, kenapa enggak, kali aja rejeki," ujar dia.
Rini mengungkap harapannya bisa membeli rumah. Program rumah DP nol rupiah menjadi bidikannya karena tak jauh berbeda dengan biaya yang harus dikeluarkan setiap bulan menyewa unit rumah susun (rusun).
Rini beserta suami dan dua anaknya saat ini tinggal di rusun sederhana sewa di Cijantung, Jakarta Timur. Dia harus menyetor Rp 750 ribu per bulan di sana.
"Terus tahu ini (rumah DP nol) hak milik mendingan sekalian ini. Kalau sewa jatuhnya bayar setiap bulan tapi bukan hak milik. Kalau cuma beda tipis mending (beli) sekalian," katanya menuturkan.
Rumah DP nol merupakan realisasi dari Gubernur Anies Baswedan saat kampanye dalam pilkada lalu. Janji ini sempat terbentur aturan Bank Indonesia tentang pembayaran uang muka dan cicilan rumah. Akhirnya diputuskan besaran gaji minimal Rp 7 juta itu untuk para peminat dan uang muka yang tetap harus dicicil ke APBD.
Ketentuan itu membuat sebagian warga yang lain kecewa. "Kalau aku bilang iniincaran orang yang punya uang walaupun DP nol," kata Rini Mega Fitriati, 27 tahun, di lokasi yang sama.
Adapun pemerintah DKI menyediakan dua tipe hunian dalam program rumah DP nol ini, yakni tipe 21 (satu kamar) dan tipe 36 (dua kamar). Rumah tipe 21 dibanderol Rp 184 juta-Rp 213 juta. Sementara tipe 36 senilai Rp 335 juta-Rp 341 juta.