TEMPO.CO, Jakarta - Kualitas udara DKI Jakarta masih berada pada level merah atau tidak sehat berdasarkan pemantau kualitas udara internasional AirVisual pada Sabtu pagi ini. Tingginya tingkat polusi udara di DKI Jakarta tak sehat untuk melaksanakan kegiatan di luar ruangan seperti berolahraga.
Pada laman resmi AirVisual tercatat bahwa pada Sabtu pagi ini kualitas udara DKI Jakarta berada di angka 168 dengan parameter berupa partikel polutan sangat kecil berdiameter kurang dari 2,5 mikrometer (PM 2.5) berdasarkan indeks kualitas udara atau air quality index (AQI).
Menurut laman yang sama, konsentrasi PM 2.5 di udara Jakarta saat ini sebanyak 87,5 mikrogram per meter kubik. Padahal menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka standarnya hanya 25 mikrogram per meter kubik dalam jangka waktu 24 jam.
DKI Jakarta pun kembali berada di posisi teratas negara-negara dengan polusi udara terburuk di dunia.
Peringkat tersebut disusul oleh kota Dhaka, Bangladesh dengan angka AQI sebesar 158.
Wilayah Rawamangun, Jakarta Timur, menjadi wilayah berkualitas udara terburuk dengan AQI sebesar 192. Lalu di bawahnya ada Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat, dengan AQI 172 dan Pegadungan, Jakarta Barat, dengan AQI 163.
Dengan angka AQI untuk rerata wilayah, kualitas udara Jakarta bisa meningkatkan gangguan pada jantung dan paru-paru.
Kelompok sensitif mempunyai risiko tinggi terganggu kesehatannya akibat kualitas udara buruk saat ini.
Untuk itu, kelompok sensitif direkomendasikan mengurangi kegiatan luar ruangan. Sementara masyarakat yang berkegiatan di luar rumah dianjurkan untuk mengenakan masker polusi.
Buruknya kualitas udara di DKI Jakarta hari ini tampak cukup janggal karena pada hari Sabtu biasanya banyak masyarakat yang tak berangkat menuju kantor untuk bekerja. Artinya, seharusnya jumlah kendaraan yang dituding sebagai penyebab polusi menurun.