TEMPO.CO, Jakarta - Informasi bahwa debu batu bara ikut memperkeruh polusi udara Jakarta tampaknya telah sampai ke meja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dalam Instruksi Gubernur DKI Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara, yang terbit pada 1 Agustus lalu, Anies menyinggung masalah tersebut.
Gubernur memerintahkan Dinas Lingkungan Hidup DKI untuk memastikan aktifnya pemantauan berkelanjutan atas emisi dari pembangkit listrik dan cerobong industri di Ibu Kota.
Kamis lalu, Anies menyatakan telah meminta PT PLN (Persero) memeriksa semua cerobong asap atau gas sisa pada setiap pembangkit listrik di kawasan Ibu Kota. Menurut Anies, pemantauan emisi dari sisa pembakaran di pembangkit listrik menjadi salah satu cara mengendalikan kualitas udara di Ibu Kota.
"Kemarin, dalam pertemuan, saya sudah meminta kepada PLN untuk me-review kembali cerobong-cerobongnya," ujar Anies di Balai Kota, Kamis 8 Agustus 2019. “Jangan sampai asap dari cerobong milik PLN memberikan dampak polusi udara yang lebih tinggi.”
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih menambahkan, gas sisa dari cerobong pembangkit listrik menyumbang 9 persen terhadap pencemaran udara di Ibu Kota. Pemerintah Provinsi DKI menargetkan penekanan atau pengurangan jumlah serta tingkat emisi dari cerobong pembangkit listrik itu. "Kami punya kebijakan, yang 9 persen itu nanti bisa diatasi," kata dia.
PT PLN punya dua pembangkit listrik di wilayah Jakarta, yaitu di Muara Karang dan Tanjung Priok. Berdasarkan pemeriksaan sejauh ini, menurut Andono, gas sisa yang dilepas dari cerobong asap dua pembangkit listrik itu telah memenuhi baku mutu. "Sebab, pembangkit listrik itu menggunakan bahan bakar gas. Jadi, sebagian besar hasil pemantauannya sudah memenuhi baku mutu," ujar dia.
Pemerintah DKI Jakarta, menurut Andono, juga akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk pengendalian emisi dari pembangkit listrik di sekitar Jakarta. Sebab, pemerintah DKI tak memiliki kewenangan mengawasi beberapa pembangkit listrik di kota-kota penyangga Ibu Kota.
Executive Vice President Health, Safety, Security and Environment PLN, Antonius R.T. Artono, menepis dugaan bahwa PLTU milik perusahaannya menyemburkan debu sisa pembakaran batu bara ke udara Jakarta. Saat ditemui di kantornya di bilangan Blok M, Jakarta Selatan, Artono mempertanyakan asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan Greenpeace.
Artono menerangkan, pembangkit listrik milik PLN telah mengadopsi teknologi penangkap debu elektrostatik sehingga tidak berdampak pada polusi udara Jakarta. Dengan teknologi itu, emisi dari semua pembangkit jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup. “Kami sudah monitoring online dan realtime. Ada juga monitoring otomatis oleh KLHK. Jadi, enggak ada isu sama kami,” kata dia.