TEMPO.CO, Jakarta - Imam Slamet, salah satu terdakwa kerusuhan 22 Mei, didakwa tidak menghiraukan imbauan aparat untuk membubarkan diri dari kawasan aksi di Petamburan, Jakarta Barat. Namun, dakwaan tersebut berbeda dengan pengakuan Imam.
Dalam sidang pembacaan dakwaan hari ini, Imam menyebut dirinya ditangkap saat sedang berada di dalam mobil ambulans. "Ditangkap di mobil ambulans daerah Petamburan," kata Imam di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa, 13 Agustus 2019.
Imam tak menceritakan banyak ihwal kejadian yang menimpanya. Sidang langsung selesai ketika kuasa hukum Imam, Febriyansyah, memutuskan mengajukan eksepsi. Sidang eksepsi bakal digelar Selasa pekan depan, 20 Agustus 2019.
Kerabat Slamet berinisial A menceritakan pengalaman Imam sebelum dan saat ditangkap. Kepada A, Imam menyebut berada di Rumah Sakit Pelni, Jakarta Barat sebelum ditangkap pada Rabu pagi, 22 Mei 2019.
Imam harus mendapat perawatan di rumah sakit karena terkena gas air mata. Sebab, dia berada di lokasi kerusuhan di kawasan markas Front Pembela Islam (FPI) pada Selasa malam, 21 Mei 2019. Ia pun bakal dirujuk ke rumah sakit lain sehingga diminta masuk ambulans keesokan harinya.
"Setelah dia dari rumah sakit naik ambulans, kena sweeping di sekitar area Mako Brimob," ujar A.
A tak tahu-menahu seberapa parah sakit yang diderita Imam sehingga perlu dibawa ke rumah sakit lain. Imam, kata dia, hanya memberitahu bahwa salah satu kakinya di bagian bawah luka-luka. RS Pelni hanya membersihkan luka tersebut sehingga dirujuk ke rumah sakit lain. Namun, "Setelah di Polres dia (Imam) bilang ketembak. Mungkin ada perlu rujukan," ujarnya.
Imam bersama dengan empat tersangka lain menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan hari ini. Keempatnya adalah Makmuril Husni, Supriyanto, Ahmad Supriyanto, dan Taufiq Hidayat. Kini mereka berstatus terdakwa kasus pengancaman.
Jaksa penuntut umum mendakwa kelimanya tak mengindahkan imbauan polisi untuk membubarkan diri. Selain itu, mereka dan massa lain disebut telah membakar belasan mobil dan melempar panah beracun hingga bom molotov.
Kejadian ini membuat area Petamburan, Jakarta Barat terisolir sehingga warga tak bisa mengakses jalan itu. Kelima terdakwa kerusuhan 22 Mei itu dituduh melanggar tujuh Pasal 211, 212, 187, atau 218 juncto Pasal 55 KUHP. Selanjutnya Pasal 214, 170, atau 358 KUHP.