TEMPO.CO, Jakarta - Seorang remaja yang didakwa terlibat kerusuhan 22 Mei lalu mengaku dipukuli oleh polisi diduga dari Brimob. Pemukulan bertubi dialaminya setelah dia ditangkap pada malam terjadi kerusuhan. Saat itu, dia bercerita, sedang beristirahat di depan sebuah gedung yang tak dikenalnya di Jalan KH. Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.
Saat itulah polisi datang lalu menghajar sekujur tubuhnya. "Sudah sembuh, kan tiga bulan di panti. Masa enggak sembuh-sembuh," katanya saat ditanya bekas luka pukulan-pukulan yang diterimanya. Tempo menemuinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 12 Agustus 2019.
Menurutnya, polisi memukul dengan rotan. Dia pun mengaku menangis dibuatnya. "Kurang tahu (alasan dipukul). Saya ibarat provokator. Cuma saya bukan provokator," ujar dia yang sebatas mengaku menggenggam batu namun batal dilemparkannya ke arah polisi pada malam terjadi kerusuhan.
Remaja berusia 16 tahun itu mengaku diajak dua teman juga tetangganya pada malam itu. Dua temannya itu beruntung tak ikut tertangkap, sedang dirinya setelah ditangkap, dia lalu dibawa ke dalam Gedung Bawaslu sebelum digiring ke Polda Metro Jaya. Di kantor polisi, dia langsung menjalani berita acara pemeriksaan (BAP).
Sebelumnya, polisi menetapkan 10 anak sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam kerusuhan 22 Mei di Jakarta dan mulai menjalani sidang perdana di PN Jakpus pada 5 Juli 2019.
Pengadilan memberikan diversi, atau pengalihan penyelesaian perkara dari peradilan ke proses di luar peradilan pidana, kepada lima anak dalam persidangan Senin 5 Agustus. Lima anak ini otomatis dinyatakan bebas. Sementara lima anak lainnya harus menjalani sidang putusan. Mereka akhirnya divonis bebas dengan pertimbangan masih anak di bawah umur dan hanya ikut-ikutan dalam kerusuhan 22 Mei lalu.