TEMPO.CO, Jakarta -Setara Institute mengapresiasi Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang meresmikan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara pada Ahad lalu. Rahmat dianggap sebagai pemimpin yang menjunjung toleransi antarumat beragama di wilayah setempat.
"Saya memaknai peresmian ini sebagai bukti kepemimpinan toleransi seorang kepala daerah yang efektif," kata Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani kepada Tempo pada Kamis, 15 Agustus 2019.
Pembangunan gereja ini berulangkali didemo oleh sekelompok orang. Mereka menuding perizinan pembangunan dimanipulasi, terutama ihwal tanda tangan penduduk setempat. Namun, pemerintah daerah menepisnya. Forum Komunikasi Umat Beragama menyebut verifikasi tanda tangan dilakukan secara faktual di lapangan.
"Wali Kota Bekasi mampu menjembatani berbagai aspirasi dengan tetap patuh pada Konstitusi dan Pancasila," ujar Ismail.
Menurut dia, demo berkali-kali, selain bukan aspirasi murni warga Kota Bekasi, juga lekat dengan motif politik menguasai ruang publik oleh kelompok vigilante. "Keberhasilan Wali Kota Bekasi ini patut diapresiasi dan bisa menjadi role model resolusi konflik dan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata dia.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan sebagai kepala daerah memberikan tanggung jawab terbaik kepada umat. "Yang enggak boleh itu bikin rumah prostitusi, rumah judi," ujar Rahmat ihwal peresmian gereja yang dihadiri oleh Menteri Enegergi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan.
Pada tahun lalu, Setara Institute menobatkan Kota Bekasi menjadi kota paling toleran nomor enam dari 94 daerah di Indonesia. Indeks Kota Toleran (IKT) yang diperoleh dari kota di timur DKI Jakarta ini mencapai 5,89 dari skala 1-7, berbeda dengan DKI yang terpuruk di peringkat tiga paling intoleran dengan skor 2,88.
Predikat yang diraih Kota Bekasi terus mengalami peningkatan. Pada 2015 lalu, kota yang juga dijuluki Kota Patriot ini berada di urutan kedua paling bawah atau peringkat ke-93, lalu pada 2017 naik ke peringkat 53.