TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melarang penjualan empat jenis bahan bakar minyak (BBM), yakni Premium 88, Pertalite 90, Solar 48, dan Dexlite. Safrudin memaparkan, kadar belerang di dalam empat jenis bensin itu tergolong tinggi.
"Polutan itu dipicu tingginya kadar belerang di dalam bahan bakar," kata Safrudin saat bincang dengan awak media di kantornya, Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat, 16 Agustus 2019.
Safrudin mempertegas penggunaan bahan bakar berkualitas rendah menyebabkan tingginya emisi kendaraan bermotor. Kadar belerang bensin yang ramah lingkungan maksimal 50 PPM. Standar ini telah diadopsi di Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam.
Sementara kadar belerang dalam premium dengan oktan 88 sebesar 200 PPM dan solar 2 ribu PPM. Tingginya kadar belerang memicu kemunculan partikel debu dan sulfur dioksida. Kandungan sulfur dioksida yang tinggi otomatis menyebabkan ruang pembakaran mesin kendaraan kotor, sehingga pembakaran tidak sempurna.
Pembakaran tak sempurna menimbulkan emisi berupa senyawa kimia yang memicu flek di paru-paru. Senyawa itu seperti nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), dan hidrokarbon (HC). Menurut Safrudin, emisi kendaraan di Jakarta menyumbang 47-90 persen polutan.
"Kami berharap Pak Anies melakukan langkah konrket aja bahwa yang boleh diperjualbelikan di Jakarta hanya bahan bakar yang ramah lingkungan," ucap Safrudin.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih sebelumnya menyebut residu hasil pembakaran bahan bakar minyak (BBM) kendaraan menjadi sumber utama pencemaran udara di Jakarta. Sebab, 80 persen kendaraan yang menggunakan bensin berjenis solar mondar-mandir dari Jabodetabek ke Ibu Kota.
Menurut Andono, kualitas bensin mempengaruhi besarnya pencemaran udara di DKI Jakarta.
"Jadi kalau BBM kita lebih bagus maka kualitas udara kita pasti lebih bagus," kata Andono.