TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pejabat negara yang melakukan kunjungan luar negeri mesti bisa mempertanggungjawabkan lawatannya. Selain itu, pejabat mesti menguasai bahasa internasional agar dalam kunjungan mereka bisa berkomunikasi.
"Kalau jalan ke sana (luar negeri) untuk jalan-jalan nah itu salah. Tapi jalan (ke luar negeri) berpidato, menyampaikan pandangan, menceritakan kemajuan Indonesia," kata Anies seusai rapat paripurna di DPRD DKI, Jumat, 16 Agustus 2019.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya menyindir pejabat yang suka pelesiran ke luar negeri dengan dalih studi banding kebijakan. "Saya ingatkan eksekutif untuk efisien agar lebih efisien, untuk apa jauh-jauh studi banding ke luar negeri, padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smartphone," kata Jokowi sambil mengeluarkan telepon seluler saat membacakan pidato kenegaraan di Ruang Paripurna, Senayan, Jumat, 16 Agustus 2019.
Sambil mengangkat telepon pintarnya, Presiden mengatakan, "Mau ke Amerika di sini ada komplit, mau ke Rusia di sini juga, Ke Jerman di sini juga ada. Dan saya kira ini juga relevan untuk bapak ibu anggota dewan."
Agar kunjungan pejabat ke luar negeri bisa bermakna, Anies menganjurkan para pemimpin menguasai bahasa Internasional, yakni bahasa Inggris. Tujuannya, kata dia, agar di dalam pertemuan internasional, pemimpin bisa berkomunikasi dan berpidato. "Kalau tidak hanya menjadi pendengar," kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Selama menjabat sebagai gubernur, Anies mengaku telah beberapa kali melawat ke luar negeri. Namun, lawatannya ke luar negeri bukan untuk studi banding, melainkan menjadi pembicara. "Saya justru ke sana mempromosikan Indonesia, mengkampanyekan Indonesia," kata dia.
Mantan Rektor Paramadina itu mengatakan bagi kepala daerah yang suka pergi keluar negeri mesti bisa mempertanggungjawabkan kunjungannya. Apa yang dilakukan para kepala daerah saat keluar negeri harus diumumkan.
Menurut Anies Baswedan, jika keluar negeri kepala daerah atau pun pejabat negara tidak bisa bahasa internasional, maka bisa berujung pada sikap minder kepada dunia internasional. "Cuman bisa jalan-jalan saja. dan kemudian melihat internasional dijauhi. Jangan dong," kata dia. "Indonesia hadir untuk internasional, itu perintah pembukaan undang-undang dasar, terlibat didalam membangun keterlibatan dunia."