TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi enggan berkomentar banyak saat ditanya kinerja anggota dewan periode 2014-2019 yang dinilai rendah dalam pengesahan peraturan daerah.
Prasetyo malah mengalihkan capaian tersebut ke Pemerintah DKI Jakarta. "Tanya eksekutif," ujarnya di kantor DPRD DKI, Rabu 21 Agustus 2019.
Menurut Prasetyo, dalam penyusunan rancangan perda tersebut banyak perubahan hingga naskah akademik dari Pemerintah DKI yang tidak sampai ke DPRD.
"Ada juga yang nggak sampai ke kami, kami minta lah, raperda-raperda ini kan banyak perubahan," ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra, Muhamad Taufik, bahwa pembahasan raperda lebih banyak melibatkan Pemda DKI sebagai eksekutif yang mengajukan perda ketimbang legislatif.
Taufik juga mempersoalkan belum adanya naskah akademik untuk beberapa raperda yang diusulkan Pemda. “Kalau barangnya tidak datang-datang, apa yang mau dibahas? Eksekutif kan banyak yang tidak kirim (naskah akademik). Mungkin belum sempat,” kata dia di DPRD DKI Jumat, 16 Agustus lalu.
Catatan rendahnya capaian tersebut berkaitan dengan masa periode DKI yang bakal habis pada 26 Agustus mendatang. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencatat dari 117 raperda serta perubahan perda yang harus dibahas oleh DPRD 2014-2019 baru 29 perda yang disahkan.
“Itu pun kebanyakan perda yang sifatnya rutin dan wajib seperti Perda APBD, Perda Turunan dari Undang-Undang,” kata peneliti Formappi Lucius Karus, Kamis, 15 Agustus 2019.
Lucius menyebut banyak persoalan yang harus menjadi perhatian DPRD seperti masalah sampah, polusi udara, pulau reklamasi, kemacetan, dan polusi udara. Ia juga merasa tanggung jawab moral anggota DPRD DKI untuk menghadirkan perda tersebut kepada konstituennya sangat rendah.