TEMPO.CO, Jakarta -PT PAM Lyonnaise Jaya disingkat Palyja tak menampik musim kemarau yang melanda Jakarta berdampak terhadap suplai air baku milik mereka yang salah satu dampaknya ialah menurunnya kualitas air bersih mereka.
"Terjadi penurunan kualitas sumber air baku dari Kali Krukut karena musim kemarau dan mengakibatkan penurunan debit produksi IPA Cilandak," ujar Corporate Communications and Social Responsibilities Division Head Lydia Astriningworo saat dihubungi Tempo, Ahad, 25 Agustus 2019.
Sebagai solusi dari permasalahan itu, Lydia menjelaskan pihaknya membeli persediaan air milik PT Aetra Air Jakarta. Jumlah air yang dibeli disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan yang selama ini mendapat suplai air dari Kali Krukut dan IPA Cilandak.
Untuk sumber air Palyja lainnya, Lydia menjelaskan persediaannya masih dalam kategori aman. Adapun sumber air Palyja selama ini berasal dari Kanal Tarum Barat dengan sumber air dari Waduk Jatiluhur sebesar 64,7 persen, Kali Krukut 4,1 persen, dan Cengkareng Drain 1,5 persen.
"Di samping itu ada pula air bersih yang langsung dibeli PALYJA dari PDAM Tangerang sebanyak 29,7 persen," ujar Lydia
Sebelumnya, BMKG mengeluarkan peringatan dini kekeringan untuk wilayah Jakarta dan Banten mulai dari tanggal 20 Agustus hingga 20 - 60 hari ke depan. Kekeringan terjadi karena musim kemarau yang cukup panjang dan membuat curah hujan berkurang.
Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Klimatologi Kelas II Tangerang Selatan BMKG Yanuar Henry Pribadi menjelaskan curah hujan Jakarta cukup rendah, yakni berkisar di angka 1 - 20 mm per dasarian atau sepuluh hari. Padahal, normalnya curah hujan adalah 50 mm per dasarian.
Adapun wilayah yang diprediksi akan mengalami kekeringan itu, antara lain Jakarta Pusat; Menteng, Gambir, Kemayoran, dan Tanah Abang, Jakarta Timur; Halim, Pulogadung, Cipayung, Jakarta Selatan; Tebet, PasarMinggu, dan Setiabudi, dan terakhir Jakarta Utara; Cilincing, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading, dan Penjaringan.
Dampak kekeringan di level waspada ialah terjadinya pengurangan ketersediaan air tanah sehingga menyebabkan kelangkaan air bersih, memperparah polusi udara di Jakarta, dan akan berdampak banyak pada sektor pertanian yang menggunakan sistem tadah hujan di wilayah Banten dan DKI Jakarta.