TEMPO.CO, Bangkok - Sebanyak 74 wali kota dan wakil pemerintahan daerah dari negara-negara di Asean, termasuk Indonesia, mendeklarasikan delapan komitmen bersama mendukung pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Deklarasi dibuat di pengujung Asean Mayor Forum ke-5 yang digelar di Gedung PBB di Bangkok, Thailand, 26-27 Agustus 2019.
Delapan pernyataan disepakati bersama setelah sebelumnya draf dikomunikasikan dengan seluruh 10 duta besar anggota negara Asean. “Dari sini deklarasi akan dibawa ke Sekretariat Jenderal Asean,” kata Bernadia Irawati Tjandradewi, Sekjen United Cities and Local Government Asia Pasific, Selasa 27 Agustus 2019.
Delapan komitmen di antaranya berisi kesediaan memperluas jaringan dan kolaborasi untuk menuju ASEAN Vision 2040. “Kami akan menambah dialog, saling belajar dari apa yang kami lakukan masing-masing,” kata para wali kota peserta forum bersama-sama.
Mereka juga menyatakan komitmen untuk menambah upaya membumikan tujuan-tuuan pembangunan berkelanjutan, memastikan perencanaan di daerah masing-masing berkontribusi untuk pencapaian target pembangunan serupa di tingkat nasional, regional dan global.
Mereka yang hadir juga setuju untuk mendorong upaya mutual untuk identifiksi, pengembangan, dan implementasi kebijakan dan aksi yang inovatif. Tujuannya, menurangi gap dan meredam tantangan kompleks yang dibawa oleh urbanisasi yang cepat.
Deklarasi juga menetapkan penguatan aksi melawan perubahan iklim termasuk melalui advokasi dan kolaborasi aksi lokal yang terukur. Termasuk, “Kami komitmen terhadap pengembangan rencana aksi nasional untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan sampah di laut.”
Deklarasi oleh 74 wali kota menutup Asean Mayor Forum ke-5 di Gedung PBB, Bangkok, Thailand, Selasa 27 Agustus 2019. Termasuk sebagai peserta adalah asal Indonesia, di antaranya Kota Batu, Bogor, Gorontalo, Pacitan, Padang, Yogyakarta, dan Tual. Dok. UCLG Aspac
Asean Mayor Forum tahun ini mengangkat tema 'Driving Local Action for Sustainable and Inclusive Growth'. Selama dua hari para pesertanya menggelar diskusi dengan subtema Digital Asean (teknologi pintar untuk pembangunan kota yang berkelanjutan), Sustainable Asean (lokalisasi sustainable develpment goal dan memajukannya), dan Seamless Asean (isu perubahan iklim dan kemampuan beradaptasi).
Selain dari Asia Tenggara, Asean Mayor Forum tahun ini diikuti sejumlah organisasi terkait smart city ataupun badan penanggulangan bencana. Hadir pula sejumlah wali kota dari Korea yang dalam forum tahun ini sekaligus merayakan 30 tahun hubungan dialog ASEAN dan Republik Korea.
Dalam rangkaian diskusi yang digelar, sejumlah isu mengemuka. Di antaranya kerentanan kota-kota menghadapi ancaman bencana karena perubahan iklim atau faktor lain. Banjir dari air pasang ataupun kiriman dari hulu, misalnya dihadapi pula oleh Kota Nan di Thailand. Wali Kota Surapol Tainsoot mengungkap kebutuhan pengembangan deteksi kenaikan muka air sungai.
Pemerintah kota-kota juga menyadari perubahan iklim datang tak kenal batas wilayah sehingga mereka harus bersaama mengantisipasinya. Juga dengan perencanaan yang bersifat jangka panjang. Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah menekankan ini ketika menyampaikan edukasi terhadap risiko tsunami di wilayahnya. Sedang Tabaco City di Filipina mengungkap penguatan para perempuan dalam perencanaan evakuasi.
Sejumlah daerah juga 'bersaing' menunjukkan inisiatif dan pengembangan diri sebagai smart city. Provinsi Batangas di Filipina, misalnya, memperkenalkan BaTMAN atau Batangas Managed Network. Wakil Gubernurnya, Jose Antonio Leviste II, mengklaim wilayahnya sangat penting karena disttibute energy di manila dan flipina dari provinsi ini: "connect kota-kota di provinsi lewat fisikal (serat optik), wireless atau hybrid".
Kota Khon Kaen juga menyatakan melakukannya dengan transportasi di dalam kota seperti light rail transit. Tapi pemanfaatan teknologi terlihat sudah lebih maju di North District, Singapura. Bermodal data besar yang dikumpulkannya wali kota distrik ini, Desmond Choo, membagikan sejumlah inisiatif yang sudah dan sedang dikerjakannya.
Menurut dia, pemanfaatan teknologi pada hakikatnya untuk melayani kenyamanan warga yang standarnya semakin tinggi juga karena perkembangan teknologi. “Seperti sekarang mereka menuntut respons dari pemerintahnya yang lebih cepat,” katanya memberi contoh.
Choo membagikan di antara inisiatif di distriknya adalah menciptakan safer zone untuk kepentingan warga senior, kampung admirality/hierarchy of spaces, layanan autonomous vehicle, free-hand ticketing untuk disabilitas, dan sensor di penerangan jalan umum untuk hemat energi.
Sejumlah tantangan juga dibagikan. Di antaranya adalah terpangkasnya lapangan pekerjaan karena smart city. Ada pula kebutuhan kolaborasi antar pemerintah bahkan regional serta siklus pemilihan kepala daerah yang menjadi tantangan politis, masing-masing, untuk pencapaian target pembangunan yang berkelanjutan.
Tentang yang terakhir juga telah disampaikan Bernadia. Soal pergantian kepala daerah dia mengatakan, “Di Indonesia lima tahunan, di Filipina bahkan tiga tahun." Namun dia menambahkan harapannya agenda Asean Mayor Forum bisa membantu membuka cara berpikir setiap kepala daerah untuk tujuan yang diharapkan yakni tak meninggalkan satu pun warganya lewat pembangunan yang berkelanjutan.