TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengungsi PBB atau UNHCR telah menyiapkan rencana untuk menangani pencari suaka di gedung eks Kodim, Kalideres, Jakarta Barat. Penanganan itu akan diambil setelah pengungsi mengosongkan gedung itu pada 31 Agustus mendatang.
"Kami punya rencana dengan partner dan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan mendesak para pengungsi, sehingga mereka tidak perlu lagi tinggal di luar (trotoar)," ujar Representatif UNHCR di Indonesia, Thomas Vargas, Senin lalu.
Menurut Vargas, rencana yang akan dijalankan badan pengungsi PBB itu masih dibahas bersama sejumlah lembaga di Indonesia. Ia tak merinci rencana dan bentuk penanganan yang akan dijalankan.
Dia hanya menyebut pengungsi nantinya memiliki kemampuan menghidupi diri sendiri dalam waktu lama. "Ini adalah hal terbaik yang bisa kami lakukan," ucapnya. “Kami sangat menghindari kondisi seperti di Kalideres terjadi kembali.”
Para pengungsi mulai menempati gedung eks Kodim pada Juli lalu. Jumlah mereka lebih dari 1.000 orang.
Sebagian besar berasal dari negara-negara yang tengah dilanda konflik, seperti Afganistan, Somalia, dan Sudan. Selama menempati gedung eks Kodim, mereka mendapat bantuan dari pemerintah Jakarta dan pusat. Namun bantuan itu telah dihentikan pada 21 Agustus lalu.
Pemerintah DKI bahkan telah meminta pengungsi mengosongkan gedung eks Kodim pada 31 Agustus nanti. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta, Taufan Bakri, menjelaskan bahwa keputusan itu diambil lantaran pemerintah tidak lagi memiliki anggaran untuk memberikan bantuan kepada para pencari suaka.
Selain itu, kata dia, masa kerja satuan pelaksana tugas yang dibentuk untuk menangani pengungsi Kalideres sudah berakhir.
Menurut Taufan, rencana pengosongan gedung eks Kodim sudah disosialisasi kepada para pengungsi. Setelah itu, mereka akan diserahkan sepenuhnya kepada UNHCR. Namun pemerintah DKI tetap memantau dan mengawasi keberadaan mereka selama di Ibu Kota.
Abdul Zabih, pengungsi asal Afganistan, mengatakan tidak memiliki rencana akan pergi ke mana setelah pengosongan gedung eks Kodim. “Saya dan keluarga tak tahu mau ke mana. Teman-teman juga sama seperti saya,” kata pria berusia 29 tahun itu.
Abdul fasih berbahasa Indonesia karena ia berada di Indonesia sejak 2017. Dia meninggalkan Afganistan untuk menghindari peperangan. Istri dan dua anaknya yang masih balita turut diboyong. “Kami menunggu kepastian dari UNHCR saja,” tuturnya.
Aziz, pria berusia 25 tahun asal Sudan, juga berpendapat sama. Aziz mengaku memiliki kerabat di Bogor, tapi ia memilih menunggu kabar dari badan pengungsi PBB. “Saya ingin bekerja supaya bisa punya rumah sendiri,” katanya dalam bahasa Indonesia dengan terbata-bata.
Saat ini, bantuan makanan dari masyarakat masih terus mengalir untuk para pengungsi. Kemarin, bantuan datang dari Yayasan Nur Dapur Berkah. Yayasan menyerahkan 1.250 nasi bungkus dan sekitar 2.500 botol air mineral.
“Isinya ada nasi, telur, ayam, mi goreng, tahu, dan tempe. Ini pertama kali kami menyalurkan bantuan,” kata Nuri dari Yayasan Nur Dapur Berkah. Bantuan serupa sebelumnya juga diberikan beberapa kali oleh Dompet Dhuafa.
Enam perwakilan badan PBB di Indonesia kemarin pun datang menemui para pengungsi. Mereka terlihat berbincang-bincang dengan koordinator pengungsi untuk membahas rencana pengosongan gedung eks Kodim. Namun mereka menolak memberikan penjelasan. “Kami hanya berdiskusi dengan para koordinator pengungsi,” kata Isa Soemawidjaja, Assistant Protection Officer UNHCR. “Yang bisa saya sampaikan hanya itu.”
Data Pencari suaka di Eks Kodim Kalideres:
Total 1.266 orang
- Afganistan: 971 orang
- Somalia: 130 orang
- Sudan: 70 orang
- Cina: 1 orang
- Palestina: 2 orang
- Irak: 9 orang
- Pakistan: 45 orang
- Iran: 7 orang
- Etiopia: 30 orang
- Italia: 1 orang
M. JULNIS FIRMANSYAH | ADAM PRIREZA