TEMPO.CO, Bekasi - Juminta, 65 tahun, petani di Kampung Kobak Sumur 01 RW 04 Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi, meregang nyawa di tangan anaknya sendiri, Suherman (35). Anak bunuh bapak itu menggunakan linggis secara tak sadar, karena Suherman diduga mengidap gangguan kejiwaan.
"Suka ngamuk di keluarga dan lingkungan. Tapi kalau lagi sadar, normal seperti orang biasa," kata Kepala Polsek Sukatani Ajun Komisaris Taifur ketika dihubungi pada Ahad, 1 September 2019.
Juminta dihabisi pada Sabtu dini hari, 31 Agustus 2019, sekitar pukul 03.00 WIB. Pelaku diduga risih mendengar suara dengkuran ayahnya yang tidur di depan televisi ruang tengah.
Jenazah Juminta ditemukan oleh mantan istrinya, Sarni, yang hendak menengoknya pukul 05.00. Hasil visum, korban menderita luka memar dan robek di kepala dan rahang. Rupanya, korban dipukul tiga kali menggunakan linggis.
Taifur menuturkan, selama ini kejiawaan tersangka Suherman mendapatkan pengawasan dari pusat kesehatan masyarakat atau puskesamas. Keluarga telah direkomendasikan untuk membawa Suherman ke Rumah Sakit Jiwa di Grogol, Jakarta Barat. "Keluarga selalu menutupi, mungkin karena aib jadi malu," ucap Taifur.
Keterangan sejumlah saksi di lapangan, kata dia, Suherman mulai mengalami gangguan kejiwaan setelah usaha lapak barang bekasnya bangkrut. Kondisi kejiwaannya parah setelah diceraikan istrinya. "Intinya banyak pikiran, sehingga mempengaruhi kejiwaannya," ujar Taifur.
Meski demikian, polisi Bekasi belum bisa menyimpulkan apakah Suherman menderita gangguan kejiwaan atau tidak. Soalnya, kesimpulan tersebut harus didasari keterangan medis yang bakal dilibatkan dalam pemeriksaannya. "Tersangka sudah ditahan usai kejadian, dia sempat pergi ke rumah kakaknya," kata dia.
Selama ini, korban dan tersangka tinggal di rumahnya berdua. Adapun mantan istri dan anak perempuan tinggal di rumah sendiri tapi masih satu lingkungan. "Sering ditengokin kalau pagi," ujar Taifur.