TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional atau BNN tak meyakini modus peredaran narkoba di balik setiap peristiwa tawuran warga di Manggarai, Jakarta Selatan. Tawuran Manggarai kembali terjadi pada Rabu sore, 4 September 2019. Tawuran itu sampai merusak satu kereta komuter KRL dan menghentikan beberapa saat layanan antara Stasiun Manggarai dengan Sudirman dan Cikini.
Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Utama BNN, Sulistyo Pudjo, menilai kecil kemungkinan pengedar narkoba mampu merekayasa tawuran sebagai modusnya untuk mengelabui aparat. "BNN perlu melihat dasar dari dugaan modus itu, apakah ada penelitiannya atau tidak," kata Sulistyo, Kamis 4 September 2019.
Menurut dia, dugaan modus pengedar narkoba mengelabui aparat dengan merekayasa kejadian tawuran antarwarga seperti yang kerap terjadi di Manggarai belum dikaji secara kualitatif maupun kuantitatif. BNN, kata dia, belum pernah mengendus modus tersebut.
Lagian, Sulistyo menambahkan, pasar narkoba dengan konsumen di lingkungan perkampungan biasanya hanya melibatkan barang bukti berskala kecil. "Paling masuk segram, sepuluh gram, satu ons dan lainnya."
Modus yang lebih memungkinkan, kata Sulistyo, adalah pelaku tawuran lekat dengan konsumen penyalahgunaan narkoba, khususnya jenis narkoba yang mengandung analgesik penghilang rasa sakit. Jenis narkoba ini disebutnya kerap disalahgunakan untuk perkelahian antarkampung.
"Pelaku tawuran bisa jadi pasar karena mereka jadi lebih berani, logika menurun saat berhadapan dengan musuh," katanya.
Sebelumnya, psikolog dan ahli forensik Reza Indragiri menyebut tawuran Manggarai dipicu rekayasa pengedar narkoba untuk mengelabui perhatian aparat maupun masyarakat sekitar. Reza mengaku menerima info tersebut dari seorang yang pernah terlibat tawuran di Manggarai.
"Tawuran dan serbaneka kekisruhan yang terjadi di jazirah Manggarai-Pasar Rumput adalah rekayasa terencana untuk memberi jalan narkoba untuk masuk. Semacam pengalih perhatian warga, mungkin juga aparat," ujar Reza.