TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta Ginting dikabarkan masuk semacam ruang isolasi di tahanannya sebagai tersangka makar di Mako Brimob, Depok. Dia dan lima orang lainnya ditangkapi setelah mengibarkan bendera bintang kejora di depan Istana Negara dalam demonstrasi menolak rasialisme pada 28 Agustus lalu.
Salah satu media di tanah air memberitakan kabar penahanan Surya tersebut dengan mengutip juru bicara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, Suarbudaya Rahadian. Pengacara Publik LBH Jakarta yang juga masuk dalam Koalisi, Nelson Simamora, tak menegaskan kabar yang sama. Tapi dia membenarkan bahwa Surya Anta Ginting dipisahkan dari tahanan lain.
Nelson mengetahuinya setelah berkunjung ke Mako Brimob, Rabu 4 September 2019. "Saya enggak tahu itu apa ya, karena kami enggak bisa lihat apa sebenarnya yang ada di situ. Saya enggak bisa ke dalam, saya cuma dengar ruangannya beda," kata Nelson saat dihubungi, Kamis 5 September 2019.
Menurut Nelson, keterangan yang diterimanya adalah ruangan Surya Anta tersebut terpisah dari ruangan yang dihuni lima tersangka lainnya. Ruangan tak diberi penerangan dan dibiarkan berteman nyamuk. Di ruangan itu, Surya Anta Ginting disebutnya hanya bisa lihat dinding.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono membantah pernyataan Surya Anta Ginting dimasukkan ke sel isolasi. "Karena Polri tidak memiliki sel isolasi seperti yang diberitakan dan sebelum ditahan tersangka melalui tahapan sesuai prosedur," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis, 5 September 2019.
Prosedur yang dimaksud Argo antara lain pemeriksaan kesehatan, makan yang cukup, pakaian tahanan, penyampaian keluhan, waktu kunjungan, dan telah dibelikan Alkitab untuk pembinaan kerohanian.
Surya Anta Ginting ditangkap di satu pusat perbelanjaan di Jakarta pada 31 Agustus 2019. Dia dituding sebagai inisiator dan narator dalam demonstrasi di depan Istana tiga hari sebelumnya. Selain itu, dia diduga berperan sebagai juru bicara. "Sebagai penghubung media asing yang intinya untuk mengangkat isu kemerdekaan Papua dengan referendum," kata Argo, Rabu, 4 September 2019.