TEMPO.CO, Jakarta - Kusnadi Rahardja menolak pemberhentian dirinya sebagai Presiden Direktur PT Sushi Tei Indonesia (STI). Lewat pengacaranya, Kusnadi menyatakan pemberhentian itu cacat prosedur sehingga dia merasa masih berhak beraktivitas, termasuk memblokir rekening STI.
Pemblokiran itu belakangan menyebabkannya digugat perusahaannya itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Persidangan perdananya digelar hari ini, Senin 9 September 2019.
Menurut Yefhika, pengacara Kusnadi, tidak semua pemilik saham setuju Kusnadi dicopot dari jabatannya per 2 Juli lalu. Sedangkan menurut peraturan yang berlaku, pencopotan Presiden Direktur harus disetujui penuh seluruh pemilik saham.
"Jadi Pak Kusnadi masih dalam kapasitasnya melakukan pemblokiran rekening Sushi Tei, mengingat pemberhentian sementara terhadap dirinya sebagai Presdir tidak sah," kata Yefhika, Senin 9 September 2019.
Lewat Yefhika pula, Kusnadi mengklaim restoran Sushi Tei mendapatkan banyak keuntungan selama dipimpinnya. "Profit terus. Ini akan kami buktikan di persidangan," kata Yefhika.
Sebelumnya, versi kuasa hukum PT STI James Purba, kasus ini berawal dari pemberhentian Kusnadi sebagai Presiden Direktur pada 2 Juli 2019 oleh Dewan Direksi. Status pemberhentian itu ditegaskan kembali dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 22 Juli 2019 yang dihadiri 100 persen pemegang saham.
Usai pemberhentian yang James klaim sudah sesuai prosedur, Kusnadi masih melakukan berbagai kegiatan dengan mengatasnamakan PT STI. Beberapa kegiatan tersebut antara lain memakai kop surat PT STI dalam pengajuan pemblokiran rekening PT STI di beberapa bank. "Tindakan itu pelanggaran terhadap UU Perseroan," kata James.
Akibat pemblokiran rekening itu, PT STI tak dapat melakukan kegiatan operasionalnya karena seluruh dana untuk membayar gaji karyawan, pembayaran pajak, dan mitra usaha tertahan di rekening. James menjelaskan perusahaan akhirnya mengajukan dana talangan dalam bentuk pinjaman ke bank yang jumlahnya sampai USD 1,3 juta atau setara Rp 18 miliar.
Selain jadi memiliki beban utang, perusahaan juga harus menanggung beban bunga pinjaman dan biaya lainnya. "Belum lagi kerugian imateril dari dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan tergugat, sehingga reputasi dari perusahaan menjadi rusak," kata James tentang situasi yang dialami Sushi Tei.