TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) Fathoni mendakwa Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen menguasai senjata api ilegal. Namun berbeda dari pernyataan polisi sebelumnya, Fahtoni menyebutkan bahwa senjata api tersebut hanya untuk keamanan pribadi Kivlan.
Dalam sidang dakwaan terhadap Kivlan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 10 September 2019, Fathoni mendakwa Kivlan menguasai senjata api ilegal.
"Bahwa perbuatan terdakwa bersama saksi-saksi yang telah menguasai senjata api tersebut di atas tanpa dilengkapi dengan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang," kata Fahtoni.
Saksi yang dimaksud adalah Habil Marati, Helmi Kurniawan, Tajudin, Azwarmi, Irfansyah, Adnil, dan Asmaizulfi. Keenamnya juga ditetapkan tersangka kepemilikan senjata api ilegal.
Menurut Fahtoni, pembahasan penyediaan senjata ini dimulai sejak 1 Oktober 2018-29 Mei 2019. Helmi bertugas menemui Asmaizulfi dan Adnil untuk memesan senjata. Dia juga yang menyerahkan uang dan melakukan transaksi senjata kepada pihak terkait.
Sementara Habil, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang menyediakan uang untuk pembelian senjata. Lalu Tajudin, dalam dakwaan Kivlan, berperan sebagai eksekutor guna menjadi mata-mata dua pejabat publik.
Terakhir Azwarmi yang adalah supir pribadi Kivlan bertugas menyimpan senjata. Kivlan memerintahkan Helmi untuk menyerahkan senjata kepada Azwarmi.
"Terdakwa memerintahkan saksi Helmi Kurniawan agar menyerahkan senjata api laras pendek jenis mayer warna hitam kaliber 22 mm kepada saksi Azwarmi sebagai senjata pengamanan bagi terdakwa," jelas Fahtoni.
Dakwaan Fathoni ini berbeda dari pernyataan polisi sebelumnya. Polisi sempat menyatakan bahwa Kivlan memerintahkan Helmi untuk menembak empat tokoh nasional dengan senjata tersebut. Keempat tokoh nasional tersebut adalah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan serta Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Meskipun demikian, kepemilikan senjata api ilegal saja merupakan sebuah tindak pidana. Atas perbuatannya, Kivlan didakwa terancam hukuman pidana seperti yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 KUHP.