TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen disebut sempat kecewa dengan senjata api laras panjang yang dibeli Helmi Kurniawan. Hal itu terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, Selasa 10 September 2019.
"Setelah melihat senjata tersebut, terdakwa kecewa dan mengatakan bahwa senjata api laras panjang tersebut hanya cocok untuk menembak tikus," kata jaksa Andre.
Helmi adalah salah satu tersangka kepemilikan senjata api. Dalam dakwaan Kivlan dia disebut membeli senjata api laras panjang kaliber 22 mm dari tersangka lain bernama Adnil seharga Rp 15 juta.
Jaksa menyebut, Kivlan mendatangi rumah Helmi pada 7 Maret 2019 sekitar pukul 18.00 WIB. Saat itulah Kivlan mengekspresikan kemarahannya setelah Helmi menunjukkan senjata api tersebut.
Kivlan lalu memerintahkan Helmi untuk mencari senjata api laras panjang baru dengan kaliber yang lebih besar.
"Dan harus didapatkan sebelum pelaksanaan Pemilu," ucap Andre.
Dalam dakwaan itu, jaksa juga sempat menyatakan bahwa senjata api ilegal tersebut hanya untuk menjaga diri Kivlan. Hal itu bertentangan dengan pernyataan polisi dalam pengusutan kasus ini.
"Terdakwa memerintahkan saksi Helmi Kurniawan agar menyerahkan senjata api laras pendek jenis mayer warna hitam kaliber 22 mm kepada saksi Azwarmi sebagai senjata pengamanan bagi terdakwa," jelas Fahtoni.
Polisi sempat menyebutkan bahwa senjata api itu rencananya akan digunakan untuk menembak empat pejabat, yaitu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan serta Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Kivlan pun didakwa atas kepemilikan senjata api ilegal. Dia didakwa dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 KUHP.