TEMPO.CO, Jakarta - Pemilik usaha pembakaran arang di kawasan, Cilincing, Jakarta Utara menangis ketika petugas Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) membongkar paksa tempat usaha mereka. Mereka menangis lantaran awalnya disepakati mereka akan membongkar sendiri bangunan tersebut.
Sofi, salah seorang pemilik pembakaran arang yang menyaksikan pembongkaran tak bisa menahan rasa sedihnya kektika melihat petugas melepas terpal dinding rumah industri miliknya. Pasalnya, terpal tersebut sobek karena dibongkar paksa.
"Kok dikoyakin, jangan dikoyakin begitu. Jangan disobekin," kata Sofi sembari mendekati petugas di lokasi pembongkaran, RW 09 Jalan Cakung Drainase, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis, 19 September 2019.
Sofi hanya meratapi lokasi pembakaran arang yang dibangun dengan bahan dasar bambu itu. Cerobong asap pun terbuat dari bambu yang tertutupi terpal hitam. Petugas tak menghiraukan permintaan Sofi. Dia lalu menangis dan meninggalkan petugas.
Pemilik pembakaran arang lainnya, Bahar, juga terlihat mencucurkan air mata sebelum petugas mencopoti kerangka dan penutup rumah industri miliknya. Bahar meminta agar pemilik yang membongkar sendiri rumah industri pembakaran arang. Tujuannya agar tak merusak fasilitas di sana.
"Mending kami bongkar sendiri daripada rusak," ucap pria 63 tahun itu.
Pemerinta Kota Jakarta Utara membongkar 23 rumah industri pembakaran arang dan dua rumah industri peleburan aluminuim yang beroperasi di kawasan tersebut. Penyebabnya adalah keberadaan industri tersebut dituding menyebabkan polusi udara di lingkungan sekitar.
Asap pembakaran menyebar hingga ke SD Negeri Cilincing 07 Pagi, Jakarta Utara. Isu ini mulai mencuat lantaran seorang guru SDN Cilincing 07 Pagi menderita pneumonia akut diduga karena menghirup asap polusi udara tersebut. Beberapa guru juga merasa terganggu dengan adanya asap yang memasuki areal sekolah setiap pagi.