TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono membantah para tahanan tersangka dugaan makar Papua dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora di Istana Negara dimasukkan ke dalam sel isolasi.
Argo lantas membagikan foto kunjungannya ke sel kepada wartawan pada Jumat, 20 September 2019. "Saya bersama Kepala Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melakukan pengecekan di sel tahanan enam tersangka makar di Rutan Cabang Salemba Mako Brimob Kelapa Dua," ujar Argo melalui pesan singkat pada Jumat, 20 September 2019.
Menurut Argo, ruang tahanan tersangka berukuran 7 x 5 meter. Setiap ruangan, kata dia, ada kamar mandi di dalamnya. Dia juga mengatakan bahwa ruang tahanan para tersangka memiliki kasur busa. "Juga dibelikan Alkitab untuk berdoa. Ada juga kipas angin besar di lorong kamar," ujar Argo.
Dalam kasus dugaan makar perkara pengibaran bendera Bintang Kejora di Istana Negara saat unjuk rasa 28 Agustus 2019, Polda Metro Jaya menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka adalah Surya Anta Ginting, Anes Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda dan Erina Elopere alias Wenebita Gwijangge.
Oky Wiratama selaku kuasa hukum Surya Anta mengatakan bahwa kliennya ditahan di sel biologis di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua itu disebut ditempatkan di sel isolasi dengan ventilasi udara yang kecil.
Oky menduga ada beberapa pelanggaran yang dilakukan Polda terhadap kliennya. “Terjadi penghalangan akses masuk untuk kuasa hukum, untuk menjumpai rekan-rekan aktivis Papua yang ada di dalam Mako Brimob,” tutur Oky di kantor Kompolnas, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu, 18 September 2019.
Menurut Oky, ia bersama tim sudah mematuhi prosedur hukum yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2015. Bahkan mereka sudah berkirim surat untuk meminta izin, namun akses tetap dibatasi dengan dipersilakan masuk namun dibatasi satu orang.
Pelanggaran selanjutnya, ujar Oky, polisi tidak memberikan Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) bagi enam aktivis Papua ini. “Yang mana hal itu merupakan hak bagi keluarga maupun kuasa hukum itu tidak diberikan sama sekali,” kata dia.
Oky lantas mengadukan dugaan pelanggaran oleh Polda Metro Jaya kepada Komisi Kepolisian Nasional. Selain itu, ia juga mengadukan soal pelanggaran yang dilakukan Polda Jawa Timur terhadap pengacara mahasiswa Papua, Veronica Koman.
Dalam klarifikasinya, Argo Yuwono mengatakan kasus makar terhadap enam tersangka itu bukan kasus biasa tetapi kasus yang berkaitan dengan kemanan negara. Karena bukan kasus biasa, ujar Argo, pendampingan kuasa hukum terhadap para tersangka diatur sesuai dengan pasal 115 Ayat 2 KUHAP.
"Terhadap kasus keamanan negara, maka kuasa hukum hanya melihat dari jauh," kata Argo. Dia juga mengklaim bahwa penangkapan terhadap para tersangka telah sesuai aturan dan memiliki surat.
Terhadap kunjungan tahanan di Mako Brimob Kelapa Dua, dia berujar ada standar operasional prosedur atau aturannya, yakni hanya diperbolehkan pada hari Selasa dan Jumat. "Jam kunjung tahanan juga ada aturannya," kata dia.