TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam, mengatakan jika Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tak dievaluasi ulang, akan ada empat hal yang bisa merugikan penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
"Pertama, penutasan kasus akan semakin susah. Akan semakin menemui jalan buntu. Cita-cita untuk menegakkan keadilan terutama untuk orang-orang yang harusnya bertanggung jawab, semakin enggak terjangkau," kata Choirul kepada Tempo pada Jumat, 20 September 2019.
Kedua, Choirul menjelaskan, pasal bermasalah dalam RKUHP banyak isu yang tak seharusnya diatur hukum. "Memang negara ini lebih suka menghukum orang daripada menyelesaikan persoalan sosial dengan cara yang lain," kata dia.
Ketiga, Choirul menilai pasal seksualitas mesti dilihat apakah menjadi ranah sosial atau ranah hukum. Jika masuk pada ranah hukum, pasal itu hanya bisa berlaku jika perilaku seksual dilakukan dengan kekerasan. Namun jika tak ada kekerasan, hal itu tak perlu dimasukkan dalam ranah hukum.
Choirul justru menyoroti, hukuman dalam RKUHP justru meringankan pelaku kasus pelanggaran HAM dan tindak pidana korupsi. "Ini nuansa politik hukumnya lebih berat ke yang miskin dan lemah daripada ke yang berkuasa yang sedang menghadapi ancaman pidana," ujarnya.
Keempat, RKUHP dinilai Choirul memungkinkan adanya kekuasaan totaliter. Salah satunya dia menjelaskan pasal penghinaan Presiden. Menurutnya, yang dilindungi HAM bukanlah jabatan, melainkan orangnya. "Menghina orang ya memang harus dihukum. Tapi menghina jabatan itu enggak ada, yang ada itu mengkiritik jabatan," ujarnya.
Berdasarkan empat hal tersebut, untuk itu Choirul meminta Presiden dapat menggunaan masa penundaan pengesahan RKUHP untuk mengambil inisiatif mengundang berbagai pihak, bertatap muka, dan mendengarkan kritik terhadap RKUHP.
"Kalau enggak dimaknai gitu, ya penundaan ini akan bermakna waktu. Ulur-ulur aja, enggak substansial. Ayo Presiden, memulai jabatan keduanya dengan sesuatu yang baik dalam konteks HAM. Karena, lima tahun terakhir ini isu HAM terlantar," katanya.
HALIDA BUNGA FISANDRA