Di Kampung Ondel-Ondel Gaplok, di Jalan Kembang Pacar, Kelurahan Kramat, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, terdapat puluhan kelompok pengamen seperti Ronaldo, Madun, dan Katek. Mereka menyewa perlengkapan mengamen dari juragan ondel-ondel di kampung itu.
Momen HUT DKI Jakarta adalah 'hari besar' untuk mereka, selain malam tahun baru dan takbiran. Seperti yang terlihat pada 22 Juni lalu: mikrolet dan bajaj yang disewa para pengamen berbaris di sepanjang Jalan Kembang Pacar. Di atas angkutan tersebut telah dijejali satu sampai tiga ondel-ondel bersiap meluncur ke sejumlah wilayah di seputaran ibu kota.
Tauke, selain menyewakan ondel-ondel beserta gerobak yang dilengkapi tape dan pengeras suara, yang meminjamkan uang siraman. Ini adalah istilah untuk ongkos jalan, nilainya sekitar Rp 100-200 ribu untuk setiap kelompok pengamen. Digunakan di antaranya untuk carter angkot dan bajaj itu secara patungan.
Tauke ondel-ondel di Kampung Gaplok di antaranya adalah Agus Hermawan, pemilik Sanggar Resos Palaksi (Respal). Dia mengatakan, sejak 2011 hingga kini menampung sedikitnya 40 orang di sekitar rumahnya untuk mengamen.
Agus membekali dengan 13 set perlengkapan ondel-ondel miliknya. Satu set perlengkapan nandak disewakan Rp 50 ribu per hari. "Ondel-ondel adalah alternatif bagi mereka yang sulit mencari kerja di Jakarta, yang putus sekolah," katanya.
Ketua Penelitian dan Pengembangan Lembaga Kebudayaan Betawi, Andi Yahya, membenarkan telah sejak lama ondel-ondel dijadikan sarana mengamen. Ini, lanjut dia, bisa menjadi cara kesenian tradisional mempertahankan diri dan identitasnya di tengah lonjakan urbanisasi.
Suasana di Kampung Ondel-ondel Gaplok, Senen, Jakarta Pusat, pada 22 Juni 2019. TEMPO/IMAM HAMDI
"Tapi yang sekarang terlihat, ondel-ondel dimanfaatkan untuk mencari duit tanpa menghiraukan pakem atau tata cara ngamen," kata Andi.
Dia berharap pemerintah DKI Jakarta mau mengatur para pengamen itu sembari menguatkan kembali seni dan budaya ondel-ondel. Andi tidak ingin melihat para pengamen luntang lantung di jalan-jalan.
"Pengamen juga harus menjunjung tinggi martabat kesenian. Tidak seperti sekarang yang terlihat asal dan tidak menghargai kesenian," katanya lagi.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial DKI, Yayat Duhayat, mengaku kalau pemerintah daerah setempat telah melarang ondel-ondel dijadikan sarana mengamen di pinggir jalan. Razia pun telah sering dilakukan. "Tapi memang banyak yang berada di jalan," katanya.
Saat ditanya ihwal jumlah pengamen yang pernah terjaring razia, Yayat belum bisa menyebutkannya. "Kami sudah berusaha mencegah agar mereka tidak turun ke jalan," kata dia.