TEMPO.CO, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono mengatakan pihaknya telah memberikan toleransi kepada mahasiswa yang berunjuk rasa di depan gedung DPR RI.
Menurut dia, keinginan mahasiswa untuk bertemu dengan pimpinan DPR sudah coba dimediasi polisi. Pimpinan dewan, kata Gatot, siap untuk berdialog. Namun, mahasiswa disebut menuntut lebih dengan meminta pimpinan DPR hadir di tengah massa aksi.
"Niat baik kita untuk memberikan toleransi ini disalahgunakan," ujar Gatot saat konferensi pers di kantornya, Rabu, 25 September 2019.
Gatot mengatakan, polisi juga sudah membiarkan unjuk rasa dilakukan hingga pukul 16.00 walau mengganggu ketertiban umum. Sejumlah ruas jalan arteri, tol dan jalur busway ditutup dan dialihkan karena adanya aksi itu.
"Tetapi setelah pukul 16.00 karena melakukan tindakan-tindakan yang sudah menuju anarkis, kita lakukan tindakan dengan bertahap," kata Gatot.
Menurut Gatot, langkah pertama yang dilakukan polisi adalah menembakkan air ke arah massa. Namun, menurut dia mahasiswa tetap tidak mau mundur dari depan pagar kantor DPR. Gatot mengklaim massa justru semakin maju dan merusak tiga sisi pagar gedung Dewan. Dua di antaranya dirusak hingga jebol.
"Sehingga atas nama undang-undang, tentunya polisi melakukan tindakan tegas menembakkan gas air mata kepada pengunjuk rasa," ujar Gatot.
Unjuk rasa di DPR pada 24 September 2019 bertujuan untuk menuntut penundaan dan pembatalan sejumlah RUU bermasalah. Demonstrasi akhirnya berujung rusuh pada sore hari. Mahasiswa dan polisi saling serang. Kerusuhan berlangsung hingga tengah malam.
Dari data yang disampaikan Gatot, sebanyak 39 anggota polisi menjadi korban dalam kerusuhan itu. Polisi disebut mengalami luka-luka karena lemparan batu dan panah serta patah tangan dan lain-lain.
Jumlah korban luka jauh lebih banyak dialami oleh kalangan mahasiswa. Menurut Gatot, jumlahnya ada 254 orang. Sebagian besar disebut dirawat jalan, dan 11 orang dirawat inap di sejumlah rumah sakit di Jakarta.
"Adik-adik mahasiswa terkena gas air mata. kemudian karena dorongan mungkin, dan mereka lari dan sebagainya, kita masih dalami penyebabnya," ujar dia.