TEMPO.CO, Jakarta - Tiga wartawan menjadi korban kekerasan polisi saat meliput demonstrasi yang berujung kerusuhan di kawasan Bundaran Slipi, Jakarta Barat, Kamis dinihari, 26 September 2019.
Ketiga wartawan itu adalah Farih Maulana Sidik dari Detikcom, Insan Al Fajri dan Evan Ato dari Harian Kompas.
Farih menuturkan polisi berpakaian huru hara tiba-tiba mendatangi dan meminta telepon genggamnya. Farih dan jurnalis lain dituduh telah merekam tindakan bengis polisi yang menggebuki massa.
"Isi handphone saya diperiksa semua dari isi WhatsApp sampai galeri. Polisi juga menghapus dua video dan beberapa foto," kata Fahri.
Polisi itu menegur para jurnalis karena berada dekat dengan mereka saat sedang menggebuki demonstran yang ditangkap. Sebelumnya, polisi juga membentak mereka agar tidak mendekat ke lokasi para demonstran yang sedang ditangkapi.
Para reporter pun hanya melihat tindakan bengis polisi menghajar para demonstran yang ditangkap.
Pada Kamis dinihari, polisi mengejar massa di Jalan Palmerah sekitar pukul 02.30. Polisi menangkapi puluhan demonstran dan menggebukinya ketika mereka dimasukkan ke dalam mobil.
Farih menyesalkan tindakan arogansi polisi kepada media yang sedang meliput unjuk rasa di Bundaran Slipi tersebut. "Padahal saya tidak merekamnya. Tapi semua handphone kami diperiksa satu per satu. Itu hal yang privasi kalau sampai isi pesan WhatsApp dibuka juga semuanya."
Insan Al Fajri juga mendapatkan perlakuan serupa. Bahkan, seluruh isi foto dan video yang ada di telepon genggamnya dihapus polisi. "Tidak ada rekaman saat polisi memukuli massa di handphone saya. Saya menyesalkan tindakan polisi seperti itu," ucapnya.
Wartawan Harian Kompas itu mengatakan melihat dari jarak dekat polisi menangkapi demonstran dan menganiaya mereka hingga babak belur. Massa yang ditangkap masih mendapat kekerasan polisi seperti dipukul, diinjak dan dipentung. "Saya melihatnya dari jarak dekat polisi memukuli demonstran," ucapnya.