TEMPO.CO, Jakarta -Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) DKI Jakarta atau KAHMI Jaya mengimbau para mahasiswa kader HMI untuk tidak melakukan kekerasan dalam menyampaikan aspirasi mereka saat aksi demo 30 September, hari Senin ini.
"Aksi boleh saja, cuman jangan sampai mengarah kepada hal-hal yang anarkis," imbau Ketua KAHMI Jaya, Mohamad Taufik dihubungi di Jakarta, Senin, 30 September 2019.
Taufik juga menegaskan kepada pihak kepolisian untuk menangani para demonstran secara baik, jangan menggunakan cara-cara kekerasan dan amarah untuk menghalau demonstran.
"Kalau itu dilakukan, pasti ada korban yang berjatuhan," ujar anggota DPRD DKI Jakarta itu.
Menurut Taufik, aksi unjuk rasa merupakan gerakan yang dilakukan, ketika semua metode penyampaian aspirasi tidak menemui hasil. Maka aksi itu merupakan jalan terakhir bagi mahasiswa untuk menyampaikan pendapat mereka.
Suasana sterilisasi atau penutupan Jalan Gatot Subroto menuju Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2019, menjelang demo 30 September. TEMPO/Lani Diana
Ketua Dewan Penasihat KAHMI Akbar Tanjung menilai aspirasi yang akan disampaikan para mahasiswa dalam aksi demonstrasi pada Senin (30/9), harus diperhatikan pemerintah dan pemegang otoritas kebijakan.
"Kalau mengenai aspirasi dari para mahasiswa, harapan saya tentu aspirasi itu patut diperhatikan oleh para pemegang otoritas di republik kita ini," kata Akbar.
Namun dia meminta kepada para mahasiswa, aspirasi yang akan disampaikannya harus sejalan dengan nilai-nilai idealisme berbangsa dan bernegara.
Polda Metro Jaya memperketat pengamanan dengan memasang kawat berduri di depan gerbang Gedung DPR/MPR RI terkait rencana aksi mahasiswa, Senin.
Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP M Nasir saat dikonfirmasi di Jakarta, terkait aksi demo 30 September mengatakan para petugas juga memasang betob pembatas jalan (MCB) dan "water barrier".