TEMPO.CO, Jakarta - Ariyo Bimmo, pemilik ikan koi yang mati akibat pemadaman listrik massal pada 4 Agustus 2019, tak akan mengajukan keberatan atau banding setelah gugatannya ke PLN ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Meski begitu, Ariyo mengaku kecewa dengan keputusan itu.
"Kami enggak akan ajukan keberatan. Tapi memang secara sikap, kami pasti menyayangkan (keputusan hakim)," kata Ariyo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 30 September 2019.
Meski telah menerima keputusan itu, Ariyo tetap merasa janggal dengan pertimbangan majelis hakim. Dalam amar putusan hakim, penolakan terjadi karena listrik padam bukan atas kesengajaan PLN, melainkan kesalahan teknis berupa pohon Sengon yang mengakibatkan transmisi listrik terputus.
"Kok bisa pohon itu dibiarin aja (sama PLN)? Kalau itu memang strategis ya, impact-nya akan sampai banyak banget yang dimatikan. Pohon kan ga tumbuh begitu aja," ujar Ariyo.
Hari ini, Majelis Hakim menolak seluruh gugatan yang diajukan Ariyo ke PLN. Ariyo menggugat PLN mengganti rugi atas tiga ekor ikan koinya yang mati akibat mati listrik seharga Rp 1,54 juta.
"Permintaan ganti kerugian sebagaimana diminta penggugat tidak dapat diterapkan dalam perkara aquo. Menimbang bahwa dari pertimbangan di atas, penggugat harus lah dinyatakan ditolak untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Elfian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Elfian membacakan beberapa pertimbangan hingga akhirnya menolak gugatan Ariyo. Salah satunya adalah argumen PLN yang menyatakan pemutusan listrik disebabkan gangguan dan merupakan tindakan proteksi untuk menyelamatkan yang lebih besar, seperti nyawa manusia serta alat atau sistem dari kelistrikan itu sendiri. Tindakan itu dianggap Elfian bukan tindakan melawan hukum.
Kini, Ariyo mengatakan pihaknya sudah berbesar hati menerima keputusan pengadilan. Ia hanya bisa berharap PLN akan memperbaiki kualitas layanannya ke masyarakat agar insiden serupa tak berulang. "PLN jangan berhenti berbenah, lakukan perbaikan untuk konsumennya," kata dia.