TEMPO.CO, Jakarta - Ahmad Setiawan, 28 tahun, termasuk di antara mereka yang belum kembali ke rumahnya usai rangkaian demonstrasi menolak RUU bermasalah di DPR RI. Hampir setiap demonstrasi itu berujung kerusuhan dan Ahmad yang dikenal memiliki gangguan jiwa menghilang di antara kerusuhan yang terjadi pada Rabu malam hingga Kamis dinihari 25-26 September 2019.
Keluarga sempat mendapat kabar bahwa pemuda yang dikenal memiliki gangguan jiwa itu meninggal. Keluarga sempat melacak ke Polda Metro Jaya namun tak mendapat kepastian. Baru pada Selasa 1 Oktober 2019, informasi didapat kalau Ahmad ditahan di Polres Jakarta Barat
Dia disebutkan sempat dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, sebelum dikembalikan ke Polres Jakarta Barat. "Kami sudah dikirimkan foto sama polisi bahwa Ahmad dalam kondisi baik-baik saja," ujar Lita, sepupu Ahmad, kepada Tempo, Selasa 1 Oktober 2019.
Lita mengaku belum diizinkan untuk bertemu Ahmad secara langsung. Dia juga tidak diberikan informasi lebih detil tentang perawatan yang diberikan kepada sepupunya itu. "Di fotonya sih baik-baik saja, cuma ada bekas infus doang," ujar Lita menambahkan.
Dia menduga, Ahmad ikut ditangkap aparat polisi yang masuk menyisir pelaku kerusuhan hingga masuk ke satu gang yang mengarah ke rumahnya di Jalan Palmerah Utara, Palmerah, Jakarta Barat. Menurut informasi yang dihimpun Lita, Ahmad diduga ditangkap karena memberi air minum kepada orang yang terkena gas air mata.
Lita mengatakan, warga sekitar menganggap Ahmad mengalami gangguan jiwa karena sering tertawa dan bicara sendiri. Namun, menurut dia, Ahmad tidak sakit. Dia menyebut alasannya sendiri tentang kemampuan sang sepupu berkomunikasi dengan leluhur.
"Saya berharap polisi segera mempertemukan kami, keluarga, dengan Ahmad," kata dia.
Polisi sebelumnya telah mengumumkan sedang menahan sebanyak lebih dari 500 orang hanya dari kerusuhan yang terjadi usai demonstrasi anarkis 30 September. Mereka tersebar di Polda Metro Jaya dan sejumlah polres. Ada juga satu orang yang diakui polisi meninggal. Korban disebut bukan mahasiswa atau pelajar, tapi masyarakat perusuh.