TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa penyandang dana pembelian senjata api ilegal Habil Marati mengakui pernah memberikan uang Rp 90 juta untuk Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen. Namun dia membantah dana tersebut sengaja diberikan untuk membeli senjata api ilegal seperti yang didakwakan jaksa.
"Saya memberikan bantuan pada saksi Kivlan Zen hanya sebesar Rp 90 juta untuk kebutuhan kegiatan," kata Habil saat membacakan eksepsi di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 3 Oktober 2019.
Kegiatan yang dimaksud adalah peringatan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), memantau bangkitnya kegiatan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan komunis, meninjau kembali amandemen UUD 45, dan diskusi mengembalikan sila keempat Pancasila.
Mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menuturkan kerap memberikan bantuan dana untuk kerabatnya. Dia mencontohkan pada Maret-April 2019 telah mengucurkan ratusan juta guna membantu sahabatnya menjadi calon legislatif (caleg) DPR RI. Jumlahnya variatif antara Rp 200-350 juta.
Habil juga menyebut membantu sebuah kegiatan Haul di Malang pada Maret 2019. Untuk acara itu, dia merogoh kocek Rp 500 juta.
"Sudah menjadi kebiasaan saya selalu membantu orang-orang yang meminta bantuan
untuk kegiatan positif," ujar Habil.
Kebiasaan lainnya, dia menambahkan, membiayai warga tak mampu. Sebagai contoh, dirinya pernah memerintahkan karyawan atau istri untuk memperhatikan acara orang pinggiran yang disiarkan Trans 7. Maksudnya untuk membantu membayarkan uang sekolah, makan, renovasi rumah rusak, hingga memberikan modal usaha di pasar.
"Saya suruh karyawan saya mencatat alamat-alamat mereka lalu saya menyuruh karyawan saya Muladi untuk menemui mereka memberikan bantuan sosial," jelas dia.
Habil terseret kasus kepemilikan senjata api ilegal yang menjerat Kivlan Zen. Jaksa menuding Habil sebagai penyandang dana pembelian senjata api tersebut. Jaksa pun mendakwa Habil melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.