TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Esrom Hamonangan mengatakan situasi pencemaran udara di Indonesia dari tahun ke tahun tidak ada perbaikan.
“Pencemaran udara dari tahun ke tahun tidak ada perbaikan,” kata Esrom dalam pertemuan diskusi publik terkait Pencemaran Udara dan Pelanggaran HAM di Sarinah Building, Kamis, 3 Oktober 2019.
Esrom mengatakan sumber emisi pencemaran udara saat ini mencapai 19.165 ton perhari yang disebabkan oleh jumlah kendaraan sebagai sumber utamanya. Dari jumlah tersebut, kata dia, 44,53 persen di antaranya adalah pencemaran dari kendaraan bermotor.
Selain itu, Green House Gas (GAG) berupa CO2 atau karbon dioksida sebesar 318.840 ton perhari. Dari jumlah tersebut, 45,72 persen di antaranya adalah bus.
Esrom menjelaskan bahwa pemerintah sudah menetapkan standar-standar yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Seperti halnya batu mutu udara ambien nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 yang harus segera direvisi dan diperketat guna melindungi masyarakat dan ekosistem. Ambient Air Quality Monitoring System (AAQMS) menjadi sebuah keharusan dan harus dikembangkan serta pemerintah harus mengoptimalkan pemanfaatan data.
Menurut Esrom, hal itu sudah dilaksanakan. Hanya saja, kata dia, pemerintah sekarang bertugas untuk memonitor peraturan-peraturan tersebut agar dipatuhi.
Esrom mengatakan penyelesaian pencemaran udara ini adalah tugas pemerintah. “Kalau mau menyelesaikan pencemaran udara, stop sumbernya, dan itu adalah tugas pemerintah,” kata dia.
Bagi masyarakat, Esrom meminta untuk turut berpartisipasi dalam mengurangi pencemaran udara. “Bentuk partisipasi kita untuk membantu menyelesaikan pencemaran udara adalah dengan tidak menggunakan kendaraan pribadi,” kata dia.
MEIDYANA ADITAMA WINATA | NC