TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen menyebut tak pernah minta koleganya untuk membeli senjata api. Kivlan menyatakan dia hanya menyerahkan uang sebesar Sing$ 500 ribu atau setara Rp 5 miliar dengan kurs rupiah saat ini.
"Penyaluran uang ada tapi untuk ke demo. Demo untuk Supersemar," kata Kivlan kepada awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 3 Oktober 2019.
Menurut Kivlan, uang tersebut diserahkan kepada Helmi Kurniawan alias Iwan. Kivlan dan Iwan kini sama-sama berstatus terdakwa perkara penguasaan senjata api ilegal. Berkas perkara mereka menjadi satu.
Dalam dakwaan Kivlan, dia disebut bertemu dengan Iwan di Monumen Lubang Buaya, Jakarta Timur pada 1 Oktober 2018. Kivlan menyuruh Iwan mencari senjata api ilegal dan berjanji akan mengganti uang pembelian.
Helmi lalu memesan dan membeli senjata dari Asmaizulfi dan Adnil. Helmi juga yang menyerahkan senjata kepada Azwarni atas perintah Kivlan. Azwarni adalah supir pribadi Kivlan.
Kivlan membantah bahwa pemberian uang untuk Iwan diperuntukkan membeli senjata api. "Tidak ada (minta pesankan senjata)," ujar dia.
Ia pun mengaku uang itu milik pribadi, bukan bersumber dari politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Habil Marati. Habil juga terdakwa untuk kasus yang sama. Habil didakwa sebagai penyandang dana untuk pembelian senjata api ilegal. Berkas perkaranya terpisah dari Kivlan.
Atas perbuatannya, Kivlan Zen beserta Iwan didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.