TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyatakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta bidang transportasi, yakni MRT Jakarta dan LRT Jakarta terancam sanksi berupa pemotongan dana subsidi atau public service obligation (PSO) jika tak sanggup memenuhi standar pelayanan minimum (SPM).
"Jika begitu tidak terpenuhi, ada denda dalam bentuk rupiah. Jadi setiap PSO yang kami berikan jika beberapa standar pelayanan minimum yang ditetapkan tidak terpenuhi, tentu dikenakan denda berupa pemotongan tagihan PSO," kata Syafrin saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019.
Syafrin tidak merinci berapa besaran sanksi yang diberikan. Namun, kata dia, persoalan besaran sanksi itu sudah disepakati antara Pemprov dengan pihak MRT dan LRT. "Ada besarannya di dalam perjanjian kerja sama dengan PT MRT dan LRT, di sana sudah disepakati beberapa denda rupiah jika SPM tidak terpenuhi," kata dia.
Hal ini disampaikan Syafrin menyusul penerbitan peraturan gubernur (Pergub) tentang standar pelayanan minimum (SPM) Moda Raya Terpadu (MRT), Lintas Raya Terpadu (LRT) oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pada Pergub Nomor 95 tahun 2019 itu diatur keharusan MRT dan LRT memenuhi SPM di stasiun dan perjalanan. Ada enam SPM yang harus dipenuhi yaitu; keselamatan; keamanan; keandalan; kenyamanan; kemudahan dan kesetaraan.
Kebijakan itu tertuang dalam pasal 20 pada ayat 1 dan 2, yang berbunyi: (1) Kepala Dinas Perhubungan melakukan pengawasan terhadap penerapan SPM MRT dan LRT sesuai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (2) Kepala Dinas Perhubungan melakukan evaluasi pelaksanaan SPM MRT dan LRT paling sedikit dua kali dalam setahun.
Adapun dana PSO untuk MRT pada tahun 2019 senilai Rp 672,38 miliar, sedangkan untuk LRT senilai Rp 327 miliar.