TEMPO.CO, Jakarta -Terdakwa kasus kepemilikan senjata api ilegal Mayjen (Purn) Kivlan Zen akan menjalani operasi pengangkatan sisa serpihan granat nanas di kaki kirinya pada Rabu, 9 Oktober 2019 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Operasi pembedahan terhadap kaki kiri Kivlan Zen itu awalnya akan dilakukan pada Sabtu, 5 Oktober 2019, namun diundur.
"Operasi yang sedianya dilakukan di ruang bedah RSPAD oleh dr Robert, dokter purnawirawan Kopassus pada hari Sabtu, tanggal 5 Oktober 2019, ditunda ke hari Rabu, tanggal 9 Oktober 2019," kata kuasa hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta dalam keterangan tertulisnya hari ini.
Tonin menjelaskan serpihan granat yang bersarang di kaki Kivlan telah ada sejak tahun 1977. Tonin menjelaskan pengangkatan granat sudah pernah beberapa kali dilakukan sebelumnya, serpihan yang saat ini bersarang merupakan sisanya.
"Serpihan tersebut sudah diam di dalam tubuhnya selama 42 tahun. Dan keluarga sambil berseloroh meminta Guinnes Book of Record Indonesia atau Museum Rekor Muri mencatatnya," ujar Tonin.
Istri Kivlan Zen, Dwitularsih Sukowati mengusap air mata suaminya yang tengah bersiap menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Pusat, Jakarta, Selasa, 10 September 2019. Kivlan tampak menangis saat dihampiri sang istri sebelum menjalani sidang. ANTARA
Sebelumnya, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat mengatakan seharusnya Kivlan Zen menjalani operasi kaki di RSPAD Gatot Subroto pada hari ini Sabtu, 5 Oktober 2019. Namun Kivlan tak mau penyembuhan kaki dan organ tubuhnya yang lain menghambat proses persidangan.
"Saya ingin ini cepat selesai. Saya tidak (bisa) beraktivitas untuk yang lain. Kalau ini selesai saya lebih senang. Jadi saya tanya, pak dokter bisa tidak ditunda?" tanya Kivlan Zen di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 3 Oktober 2019.
Pertanyaan itu diajukan Kivlan kepada dokter RSPAD Gatot Subroto, Robert, yang menghadiri sidang.
Dokter Robert menyebut berlanjut atau tidaknya operasi merupakan keputusan suami Dwitularsih Sukowati tersebut. Pihak rumah sakit akan mengikuti kemauan pasien.
"Kalau minta ditunda, kami tunda. Pikiran kami nanti beliau di persidangan tidak menderita. Tapi beliau minta itu, kami lebih menghargai pasiennya," ujar Robert soal permintaan Kivlan Zen itu..