TEMPO.CO, Jakarta - Sejak diberlakukan pertama kali pada 1 November 2018, tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) telah menjaring 19 ribu pengendara mobil. Mereka diharuskan membayar denda namun hanya sekitar 30 persen saja yang memenuhi kewajibannya.
"Yang sudah melakukan pembayaran, baik yang secara langsung dari website perbankan, maupun melalui proses sidang peradilan, itu 6.000, artinya baru sekitar 30 persen yang membayar," kata Kepala Sub Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, Komisaris Muhammad Nasir, saat ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat, Sabtu, 5 Oktober 2019.
Menurut Nasir, para pelanggar belum melunasi biaya tilang karena belum berkepentingan terhadap urusan administrasi kendaraan. Mereka dipastikannya baru akan melunasi denda tilang saat ingin memperpanjang izin pajak kendaraan.
"Nah, pada saatnya nanti ketika mau bayar pajak ada pemblokiran, yang bersangkutan mau ga mau harus bayar," kata Nasir.
Nasir menambahkan, teknologi tilang elektronik mampu mendeteksi beragam hal yang dilakukan pengendara. Mulai dari tidak mengenakan sabuk pengaman, menggunakan telpon genggam saat mengemudi, melanggar nomor plat ganjil-genap, hingga melampaui batas kecepatan kendaraan yang sedang melaju.
Awal penerapan E-TLE, hanya ada beberapa kamera saja yang terpasang. Namun mulai 1 Juli 2019, Ditlantas Polda Metro Jaya menambahkan 10 titik baru penerapan tilang itu. Kamera itu terpasang di sepuluh titik di Jakarta, di antaranya tersebar di sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin hingga kawasan Harmoni.