TEMPO.CO, Jakarta - Polisi kembali menetapkan satu tersangka penganiayaan terhadap anggota relawan Jokowi, Ninoy Karundeng. Tersangka tersebut berinisial F.
Dengan penetapan F itu, total ada 13 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. "Benar, jadi sudah 13 orang," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Selasa, 8 Oktober 2019.
Hari ini, Argo juga mengumumkan nama Sekretaris Umum Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), Bernard Abdul Jabbar sebagai tersangka. Menurut Argo, Bernard berada di lokasi penganiayaan dan ikut mengintimidasi Ninoy.
"Yang bersangkutan ikut mengintimidasi korban," kata dia.
Kemarin, jumlah tersangka yang diumumkan masih 11 orang. Mereka adalah AA, ARS, YY, RF, Baros, S, TR, SU, ABK, IA, dan R.
Sebelumnya, Ninoy Karundeng diduga disekap dan dianiaya hingga hampir dibunuh oleh sejumlah orang di Masjid Al Falah, Pejompongan Barat, Jakarta Pusat pada 30 September hingga 1 Oktober lalu. Saat itu, massa juga merekam video yang menampilkan Ninoy tengah diinterogasi dengan wajah lebam. Video berdurasi 2 menit 42 detik kemudian viral di media sosial dan tersebar di grup-grup percakapan WhatsApp.
Kepada awak media, Ninoy menceritakan kejadian bermula saat dirinya sedang mengambil foto dalam aksi unjuk rasa mahasiswa di Depan gedung DPR RI yang berujung kerusuhan di sejumlah titik di Jakarta.
Saat berada di sekitar BNI Pejompongan, Ninoy berujar bahwa dirinya mengikuti massa aksi yang terkena gas air mata polisi berjalan ke arah Masjid Al Falah. Dia mengaku mengikuti korban gas air mata untuk mengambil foto.
"Di situlah saya mengambil foto, terus saya diperiksa, begitu dia tau bahwa saya adalah relawan Jokowi, langsung saya dipukul dan diseret ke dalam masjid," ujar Ninoy saat ditemui awak media di kantor Subdirektorat Resmob Polda Metro Jaya, Senin, 7 Oktober 2019.
Di dalam masjid, Ninoy mengaku diinterogasi. Dia sudah coba menjawab pertanyaan massa namun tetap dipukuli. Ninoy pun coba meminta dikeluarkan dari masjid, namun ditolak massa di dalamnya.
"Terus ada seorang yang dipanggil Habib memberi ultimatum kepada saya bahwa waktu saya pendek karena kepala saya akan dibelah dengan kapak," ujar Ninoy yang wajahnya masih terlihat luka lebam.
'Habib' itu kata Ninoy, juga turut menginterogasi dan memukulinya. Setelah ancaman akan dibunuh, Ninoy mengaku sempat memohon untuk tetap hidup karena memiliki anak dan istri.
"Tapi tetap saja saya tidak diperbolehkan pulang, tetap harus ada di situ," kata dia.
Menurut Ninoy, orang yang disebut Habib itu sempat menanyakan kepada massa dalam masjid apakah ambulans sudah datang. Ambulans itu rencananya bakal digunakan mengangkut mayat Ninoy untuk dibawa ke lokasi kerusuhan.
Massa pun menjawab belum ada ambulans yang datang. "Sejak demo reda sekitar pukul 02.00 (1 Oktober 2019) Habib itu yang merancang untuk membunuh saya bersama penyedia ambulans yang mengaku sebagai tim medis," ujar Ninoy.
Menurut Ninoy, seorang petugas medis itu pula yang sejak awal menginterogasinya. Selain itu, petugas medis itu pula yang membuka media sosial Ninoy. "Mereka melihat komentar-komentar ataupun tulisan-tulisan saya," kata Ninoy.
Menjelang siang hari, pada 1 Oktober 2019, Ninoy akhirnya dilepaskan. Seorang petugas medis itu, kata Ninoy, memesankan mobil Gobox untuk mengantarnya ke rumah. Sedangkan sepeda motor Nina disebut diparkirkan jauh dari Masjid Al Falah dan dirusak.
Pengurus Masjid Al Falah, Iskandar, membantah tudingan polisi jika masjid tersebut dijadikan tempat penyekapan dan penganiayaan relawan Jokowi tersebut. Menurut dia, tudingan tersebut tak masuk akal.