Warga lainnya, Kriswandi (52), mengaku, masih sering mendengar aktivitas tambang yang berada persis di belakang kompleks perumahan yang dihuninya itu. Menurut dia, dalam beberapa hari ke belakang pekerja tambang mengubah jadwal kerja menjadi hanya mulai pukul 22 hingga 03.
“Itupun karena kita yang minta, karena mengganggu sekali,” kata Kriswandi sambil menambahkan, tidak menyadari aktivitas galian tambang. “Saya malah baru tahu, saya kira untuk bangun perumahan,” kata Kriswandi.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Jakarta Raya menemukan adanya aktifitas pertambangan galian C ilegal di Kota Depok, tepatnya di Kecamatan Bojongsari. Kepala Ombudsman RI perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho mengatakan, bukan hanya tak berizin, aktivitas tambang itu juga turut membahayakan masyarakat setempat.
“Sekolah Dasar Negeri Pondok Petir 03, hampir tertutup bekas galian tanah merah, menimbulkan jurang buatan, gangguan ISPA, dan tanah makam serta saluran udara tegangan esktra tinggi (SUTET) hampir ambrol karena batas-batasnya habis dikeruk galian ilegal,” kata Teguh.
Teguh menduga ada pembiaran berlarut oleh Pemerintah Kota Depok, Kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat. “Kami telah mengeluarkan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LAHP) tentang adanya tindakan maladministrasi dari kegiatan pertambangan itu,” kata Teguh.